Asap Gunung Anak Krakatau di Selat Sunda ketinggiannya mencapai 600 meter, dan mengarah ke utara atau Lampung.
“Walaupun ketinggiannya tidak lebih dari 700 hanya 600 meeter, namun asap itu juga mengeluarkan material yang suhunya di atas 600 derajat celsius, jadi kalau didekati berbahaya,” kata Kepala Pos Pemantau GAK di Desa Pasauran, Kecamatan Cinangka, Kabupaten Serang, Provinsi Banten, Anton S Pambudi, Senin.
Dia menjelaskan, asap GAK yang saat ini berwarna kelabu dan hitam, masih memebawa sejumlah material, seperti debu. “Kami masih menetapkan status GAK `waspada` atau level II,” ujarnya.
Pusat Vulkanalogi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), kata Anton, masih melarang masyarakat atau turis mendekat pada radius dua kilometer.
“Kami masih melarang siapapaun untuk mendekat pada radius dua kilometer karena jika masuk di wilayah itu maka keselamatannya tidak terjamin, akibat terkena semburan material yang keluar dari perut GAK,” katanya menambahkan.
Selain debu yang bersuhu di atas 600 derajat celsius, juga batu serta kerikil bersuhu mencapai 1.000 derajat celsius.
“Kalau untuk ukuran batu yang keluar dari perut GAK bisa sebesar bola kaki, sementara itu untuk kerikil seperti kacang, dan jika terkena tubuh maka tubuh akan tembus dan bolong,” katanya menjelaskan.
Sejak tanggal 28 Oktober 2010, status GAK naik dari aktif normal atau level I menjadi waspada. Kegempaan yang terjadi masih fluktuatif, dan jika dirata-ratakan jumlahnya 600 sampai 700 kali.
Selama GAK berstatus `waspada`, warga sekitar menjadi panik, bahkan tak sedikit warga yang pergi dan menetap untuk sementara dikediaman kerabat dan sanak familinya seperti di Kabupaten Lebak dan Jakarta, bahkan beberapa waktu lalu ada seorang ibu, warga Pasauran mendatangi pos pemantau dan menanyakan kondisi Gunung Anak Krakatau.
Berbeda dengan masyarakat lokal yang mengkhawatirkan kondisi GAK, pertengahan Bulan Oktober 2010, sebanyak 200 turis asal Eropa beramai-ramai melihat dari dekat aktivitas kegempaan GAK.
Sumber: antaranews.com