KEPUTUSAN hukum pemerintah pusat di Amerika Serikat untuk penipuan ‘kerah putih’ tidak cukup menjamin hukuman penjara yang berat bagi para pelakunya. Seperti halnya ketika lima terdakwa kasus korupsi yang melibatkan perusahaan American International Group dijatuhi hukuman, mereka seharusnya bisa dihukum seumur hidup di penjara. Tetapi, hakim menjatuhkan hukuman satu sampai dengan empat tahun saja atas kejahatan yang menyebabkan kerugian lebih dari 500 dolar Amerika. Kasus lainnya yang hanya dijatuhi hukuman 25 tahun adalah sebuah kejahatan persekongkolan Ponzi yang menyebabkan kerugian lebih dari 40.000.000 dolar Amerika. Dan terakhir, kasus seorang pria yang dihukum karena korupsi keamanan yang menyebabkan kerugian lebih dari 50.000.000 dolar Amerika hanya mendapat hukuman tiga setengah tahun penjara.
Menurut Departemen Kehakiman, hukuman untuk kejahatan kerah putih dan untuk pelanggaran pornografi anak “telah kehilangan sebagian besar taringnya,” dan masalah ini harus dikaji ulang oleh komisi hukum Amerika Serikat.
Lima tahun yang lalu, hakim federal dibebaskan membuat keputusan hukuman sendiri. Mahkamah Agung mengatakan bahwa mereka harus berkonsultasi dengan petunjuk federal saat menjatuhi hukuman kriminal ke penjara dan mengenakan denda tetapi tidak diwajibkan untuk mematuhi petunjuk tersebut. Hal ini merupakan langkah cerdas yang jauh dari kekakuan yang diminta oleh banyak anggota parlemen, menyeimbangkan kebijakan peradilan dengan tes “kewajaran” yang akan diterapkan oleh pengadilan banding.
Perubahan itu tidak menimbulkan kekacauan luas yang diperkirakan pada tahun 2005. Tapi dalam laporan bulan lalu, Departemen Kehakiman mengatakan sesuatu yang salah terlihat di dalam pedoman hukuman untuk kasus penipuan kerah putih dan kejahatan eksploitasi anak, termasuk pornografi, di mana hasilnya sangat bervariasi dan tergantung dari hakim untuk menilai.
Prinsip umumnya, hukuman atas kejahatan federal yang sama seharusnya konsisten. Ketika Departemen Kehakiman mencatat dalam laporannya, rasa kesewenang-wenangan – kalimat yang bergantung pada keberuntungan seseorang mendapatkan hakim tertentu – akan “berkembang biak tidak menghormati pengadilan federal,” merusak reputasi mereka dan efek jera dari hukuman. Demikian yang dilansir nytimes.com
Sebagai contoh pornografi anak, seharusnya mendapatkan hukuman lima sampai tujuh tahun penjara, tapi banyak hakim malah membebankan hukuman percobaan atau hanya satu tahun untuk pelanggaran pertama. Banyak hakim federal mengatakan kepada komisi hukuman bahwa pedoman pornografi anak terlalu parah.
Departemen Kehakiman tidak secara eksplisit merekomendasikan bahwa hukuman diturunkan, bahkan, undang-undang peraturan baru keuangan menunjukkan hukuman yang lebih tinggi di beberapa daerah. Tapi memperbaiki penurunan pedoman dalam beberapa kasus jelas salah satu cara yang bisa ditempuh komisi hukuman. Aturan untuk pornografi anak, misalnya, termasuk hukuman tambahan karena menggunakan komputer, tapi karena semua orang yang berada di dunia menjijikkan itu menggunakan komputer, akhirnya membuat aturan menjadi usang.
Kunci di kedua area tersebut – kejahatan kerah putih dan pornografi anak – adalah membantu hakim menemukan cara untuk membedakan pelanggar terburuk dari mereka yang telah menyebabkan kerusakan yang lebih sedikit atau yang lebih sedikit mengancam masyarakat. Hukuman kejahatan kerah putih sekarang didasarkan pada ukuran penipuan, tetapi hal itu bukan cara terbaik untuk mengukur peran tersangka atau besarnya sogokan dan kerusakan yang terlibat.
Sejelek-jeleknya kasus pornografi anak, hal itu tidak membantu hakim ketika seseorang ditemukan dengan beberapa foto dijadikan sebagai standar yang sama dengan seseorang yang menyebarkan ribuan foto. Ini adalah daerah sensitif, tetapi pemeriksaan untuk meninjau ulang hukuman bagi kejahatan kerah putih dan pornografi anak oleh komisi dan Kongres bisa membawa rasa hormat yang lebih baik untuk peradilan federal.
Lalu bagaimana dengan hukuman kejahatan kerah putih di Indonesia? (Evy)
foto : The New York Times