Hujan deras yang mengguyur sejumlah kawasan di Aceh Tenggara (Agara), Minggu (29/8) kemarin, dilaporkan telah menyebabkan puluhan rumah penduduk dan sejumlah fasilitas umum di Desa Lawe Sigala Barat, Kecamatan Lawe Sigala-gala, Agara, tergenang banjir lumpur. Berdasarkan pantauan Serambi, kemarin, selain menggenangi puluhan rumah penduduk, banjir lumpur kali ini juga menggenangi gedung sekolah dasar (SD), Taman Kanak-kanak (TK), dan Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Lawe Sigala-gala.
Banjir lumpur juga menggenangi ruas jalan Medan-Kutacene setinggi 50 centimeter, yang menyebabkan arus transportasi dari dan ke kota tersebut sempat terganggu. Namun, hal itu tidak berlangsung lama, yaitu mulai pukul 17.00 WIB kemarin dan surut kembali 30 menit kemudian. Sebelumnya, sekitar bulan Maret tahun 2010 di daerah itu juga dilanda banjir berlumpur, namun, tak separah kali ini. Diduga banjir tersebut akibat marak dan semakin tak terkendalinya praktek ilegal logging di wilayah pedalaman daerah itu.
Suara gemuruh
Pantauan Serambi di lapangan, sekitar pukul 16.45 WIB hujan deras dan tak lama terdengar suara gemuruh, seperti batu berguling dari arah gunung. Lalu, ratusan masyarakat di daerah itu terlihat berlarian ke jalan dengan membawa pakaian dan keluarganya ke lokasi yang dianggap mereka lebih aman.
Banjir lumpur terjadi sekitar pukul 17.00 WIB, dan mengenangi badan jalan dan perumahan penduduk serta fasilitas umum lainnya. Masyarakat bersama personil TNI Kompi Senapan A Yonif 114 SM membersihkan parit, agar air bisa mengalir lancar.
Bono, seorang warga setempat, kepada Serambi, mengatakan, di daerah itu dalam setahun sudah dua kali banjir dan kali ini banjir yang terparah karena airnya mencapai ketinggian 50 centimeter persisnya di depan kantor KUA. Dikatakan, pada saat hujan deras, mereka sudah mendengar suara seperti batu bergulingan dari gunung dan tak lama air tiba dipemukiman penduduk dan mengenangi rumah warga.
Menurutnya, banjir tersebut sekitar pukul 17.30 WIB, reda dan air dari pegunungan beralih ke anak sungai di Desa Lawe Sigala-gala Timur, persisnya di bawah jembatan dekat kantor Polsek setempat. Namun, karena debit air yang demikian besar, dilaporkan sempat pula menggenangi lantai jembatan lintas Medan-Kutacane.
Hal lain diutarakan, Lisnawati, yang mengaku sempat terkejut dengan suara gemuruh itu. Akhirnya, karena takut ia pun mengungsi ke lokasi yang dianggap aman dengan membawa tas berisikan pakaian dan membawa ijazah di bawah guyuran hujan. “Saya trauma dengan tragedi banjir pada 2005 lalu yang cukup mengerikan,” ujarnya.
Sumber: serambinews.com