Satuan Polisi Pamong Praja Provinsi Jatim dan Satpol PP Kabupaten Sidoarjo merobohkan puluhan rumah dinas milik Dinas Pertanian di Jalan Letjen S Parman Waru, Sidoarjo.
Sekretaris Dinas Pertanian Provinsi Jatim Istijab, Selasa mengatakan, hari ini merupakan batas terakhir pengosongan rumah dan bisa dilakukan pembongkaran.
“Pembongkaran rumah ini memang sudah ada kesepakatan dari Pemerintah Provinsi Jatim, warga dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jatim,” paparnya.
Ia mengemukakan, sesuai dengan kesepakatan tersebut, seluruh penghuni di rumah dinas tersebut harus dikosongkan sendiri oleh penghuni rumah.
Dalam pengosongan ini, Pemerintah Provinsi Jatim juga memberikan tali asih senilai Rp5 juta pada setiap kepala keluarga.
“Dengan tali asih tersebut, semua penghuni harus mengosongkan rumah di kawasan yang akan dijadikan kantor Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Jatim,” katanya menegaskan.
Pembongkaran itu sendiri menggunakan alat berat berupa eskavator yang berkerja untuk merobohkan bangunan.
“Sementara itu, sejumlah petugas juga dikerahkan untuk melakukan pembongkaran atap rumah berupa kayu dan genting,” ucapnya.
Pantauan di lapangan, sudah sekitar sepuluh rumah yang dilakukan pembongkaran oleh aparat dari Dinas Pertanian dan juga Satpol PP.
Proses pembongkaran rumah ini tidak mendapatkan perlawanan dari warga, sekalipun sebelumnya beberapa warga sempat berontak tidak mau mengosongkan rumah yang telah ditempati selama bertahun – tahun tersebut.
Sementara itu, Nanik Anwar salah seorang perwakilan warga mengaku jika hingga saat ini dirinya masih belum menerima bantuan tali asih seperti yang dijanjikan oleh Dinas Pertanian.
Menurut warga, jika proses eksekusi ini dilakukan seharusnya proses ganti rugi ini sudah diberikan jauh – jauh harus sebelum proses eksekusi berlangsung.
Pada rencana eksekusi pertama pada akhir bulan lalu, warga akan bertahan jika tidak mendapatkan ganti rugi yang layak. Menurut warga, tanah dan bangunan perumahan yang dihuni oleh warga tersebut merupakan peninggalan Belanda yang menjadi milik negara.
Sebenarnya, kata dia, warga sudah pernah melakukan pertemuan dengan Pemerintah Provinsi Jatim dalam hal ini Dinas Pertanian, namun selalu menemui jalan buntu.
Selain itu, warga menerima jika disuruh pindah dari lokasi tersebut asalkan diberikan pesangon yang layak.
“Kami ini tidak ingin hanya sekadar diberikan tali asih yang hanya cukup digunakan untuk biaya transportasi pindahan saja,” ujarnya.
Nanik berharap Pemerintah Provinsi Jatim berbaik hati dengan melakukan mediasi bersama – sama dengan DPRD Jatim supaya masalah ini segera terlesaikan dengan cepat.
Sumber: surya.co.id