Kepolisian Kota Besar (Poltabes) Manado mulai menemukan titik terang motif perampokan surat suara tidak terpakai di percetakan CV Agung Abadi, pekan lalu. Hal ini berdasarkan pengakuan tersangka AN alias Anton yang berhasil diringkus dan ditahan di ruang tahanan Poltabes.
“Tersangka telah mengakui itu dicuri dan akan digunakan sebagai alat untuk melakukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi tentang hasil pemilihan gubernur yang telah selesai,” ujar Kasat Reskrim Poltabes Manado AKP Norman Sitindaon SIK.
Mengenai siapa otak di balik perampokan ini, Kasat Reskrim mengakui, dari salah satu calon gubernur yang kalah. Tapi kepolisian masih merahasiakan kepada wartawan siapa calon gubernur yang kalah itu. “Siapa calon tersebut, kami polisi masih menyelidiknya. Kami belum bisa memastikan nama calon itu,” tandas Norman.
Selain itu, pihak kepolisian juga terus mengejar tersangka lain yang berhasil melarikan diri dan mengimbau agar menyerahkan diri. “Kami terus melakukan pengejaran terhadap tersangka yang belum diringkus,” kata Sitindaon.
Diinformasikan, perampokan surat suara itu dilakukan oleh 8 tersangka yang mengaku sebagai pihak berwenang yakni KPU dan Polisi. Para tersangka mengancam pekerja percetakan dengan senjata api, agar memberikan surat suara itu, jika tidak akan ditembak.
Sementara itu, berdasarkan pengakuan salah satu pelaku yang berhasil ditangkap AN alias Anton, perampokan itu berawal pada, Jumat (13/8) pukul 13.30 Wita, ia bersama temannya JL alias Jems RM Big Fish kompleks Bahu Mall untuk makan siang bersama.
Setelah tiba di rumah makan, ada sejumlah pengurus partai. Pelaku mengaku mengenali mereka yakni VR, DW, dan VM bersama seorang oknum polisi bernama B. ’’Saya diperintahkan untuk mencuri surat suara di percetakan CV Agung Abadi dalam rangka mengagalkan hasil perhitungan suara pemilukada gubernur dan wakil gubernur atas nama SHS-DK yang sudah ditetapkan oleh KPUD Sulut,’’ ujar AN.
Hasil pencurian surat suara ini akan digubakan sebagai alat bukti gugatan tim sukses kandidat yang kalah di Mahkamah Konstitusi yang intinya, gugatan tersebut sebagai bukti upaya penggelembungan suara SHS-DK.
Sementara itu menurut penuturan pemilik percetakan Ir Jetty RJ Pelealu dan istrinya Ir Ineke Adam MSi, pada Jumat (13/8) pukul 15.30 Wita, datang bertamu saudara FR,SH dan menanyakan surat suara yang rusak.
Selang dua jam, pukul 17.30 Wita, datang 8 orang yang mengendarai kendaraan Avanza dan mengaku dari pihak KPU dan kepolisian melakukan penyitaan sambil menakut-nakuti karyawan percetakan. ’’Kedatangan Bpk FR di percetakan dengan waktu kedatangan 8 orang pelaku perampokan selang waktu yang tidak begitu lama, membuat kami merasa heran dan mencurigai,’’ ujar Pelealu.
Soni Woiwalang, karyawan Percetakan CV Agung Abadi menambahkan, Jumat (13/8) pukul 14.00 Wita, dua orang yang tidak dikenal menggunakan kendaraan roda empat warna silver mengaku dari instansi kejaksaan menanyakan perihal surat suara yang rusak dan menanyakan perihal kemanan surat suara tersebut serta kapan dimusnahkan. ’’Saya hanya menjawab, silahkan tanyakan langsung kepada bos (Jerry RJ Pelealu, red). Kami hanya karyawan,’’ ujar Soni.
Tim SHS-DK menyesalkan kejadian ini. Mereka menyimpulkan, perampokan itu bagian dari konspirasi untuk menggagalkan hasil pleno KPUD. ’’Berdasarkan fakta dan data dapat disimpulkan bahwa kegiatan mereka sudah direncanakan oleh pengurus Golkar dan tim sukses dari SVR-MMS dengan tujuan pokok untuk menggagalkan calon gubernur dan wakil gubernur pilihan rakyat SHS-DK yang memperoleh suara terbanyak dan telah ditetapkan oleh KPUD Sulut sebagai pemenang pemilukada pada 12 Agustus lalu,’’ ujar Fredy Roeroe.
SAERANG: ITU TIDAK BENAR
Sementara, pengakuan tersangka pencuri surat suara Pilkada Sulut bahwa ada tiga oknum dari Partai Golkar (PG) yang mendalangi pencurian tersebut, mendapat bantahan Ketua Harian DPD I PG Sulut Ruben Saerang. “Itu tidak benar, karena Partai Golkar itu tahu segala aturan serta mekanisme yang ada,” bantah Saerang, kemarin.
Pun termasuk nama yang ikut terbawa-bawa sebagai salah satu otak pencurian surat suara yang diakui tersangka juga dibantah dengan tegas. “Sekali lagi saya tegaskan tak ada kader partai kami yang terlibat,” tandasnya.
Saerang dalam kapasitasnya selaku Ketua Tim Sukses pasangan Cagub-Cawagub Stefanus Vreeke Runtu (SVR) dan Marlina Moha Siahaan (MMS) mengatakan, pada prinsipnya kasus perampokan surat suara di percetakan harus diselidiki oleh pihak kepolisian. “Kami dari tim pemenangan SVR-MMS memintakan semua pihak untuk tidak saling menuding, namun kita serahkan kepada pihak berwajib,” imbaunya.
Lanjutnya, dalam kasus ini yang perlu dipertanyakan kenapa masih ada kertas suara di percetakan. Padahal itu adalah dokumen negara. Seharusnya sesuai aturan jika ada kertas suara, harus ada berita acaranya dan dimusnakan. “Ini yang harus bertanggungjawab adalah KPU Sulut dan pihak percetakan. Pun pihak keamanan yang harus mengawasi setiap cetakan yang bersifat rahasia sesuai edaran KPU pusat tentang prosedur tetapnya,” jelas Saerang.
Alfian Rattu SH, Sekretaris Tim SVR-MMS. Menurut Rattu mengatakan, seharusnya pihak terkait harus juga mengusut percetakan dan KPUD Sulut. Karena masih ada surat suara di percetakan pasca 3 Agustus, bahkan setelah penetapan KPUD Sulut. ”Tentunya hal ini bertentangan dengan peraturan KPU No 66 tahun 2008 dimana dinyatakan bahwa percetakan hanya dapat mencetak kertas suara sesuai dengan jumlah pemilih tetap ditambah 2,5 persen,” kata Rattu.
Atas dasar itu, jikalau dihubungkan persoalan tersebut maka justru pihaknya merasa dirugikan.
“Bahwa dengan timbulnya persoalan kertas suara ini, seharusnya orang yang melakukan itu adalah pahlawan demokrasi Sulut, perlu diberikan perlindungan hukum oleh aparat dan jangan dianggap sebagai pencuri. Karena kertas suara tersebut merupakan fakta yang tidak bisa dikesampingkan,” katanya lagi.
Sumber: manadopost.co.id