
Jakarta – Jaksa pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus mulai berpikir untuk memasukkan pasal pencucian uang sebagai senjata ampuh menjerat terdakwa korupsi. Sebab, pasal tersebut menyarankan pembuktian terbalik dalam persidangan. Selain itu, kerja jaksa dalam membuktikan dakwaannya akan jauh lebih mudah.
Saran ini dilontarkan setelah Pengadilan Tipikor Bandung dan Semarang memvonis bebas terdakwa koruptor karena hakim menilai jaksa tidak mampu membuktikan dakwaannya. “Kalau perlu begitu, sudah waktunya menggunakan pasal pencucian uang. Yang penting adalah pembuktian terbalik.
Biar terdakwa yang membuktikan sendiri uang-uangnya dari hasil legal,” kata pengamat pencucian uang dari Universitas Trisaksi Yenti Garnasih saat dihubungi wartawan, Selasa (11/10/2011). “Kalau diduga korupsi, tidak mungkin disimpan di kantong sendiri. Pasti dikemanakan ke rekening lain atau lewat barang. Itu sudah memenuhi syarat penerapan UU Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU),” tegas pengajar yang pertama kali menyandang gelar doktor di bidang pencucian uang ini.
Menurut Yenti, dengan pembuktian terbalik tersebut, jaksa lebih mudah bekerja karena terdakwa yang akan sibuk membuktikan uangnya berasal dari sumber yang legal. Sekaligus, kata Yenti, aliran dana akan lebih mudah terdeteksi. “Ini seperti kerja sekali dapat dua sekaligus.
Tidak perlu repot repot mendatangkan saksi atau bukti. Biar terdakwa yang membuktikan diri tidak bersalah. Hasil korupsinya juga nanti disita untuk negara,” tandas Yenti. Kendati demikian, para hakim yang memutus bebas terdakwa koruptor juga patut disorot. Sebab, tidak mungkin jaksa menyeret mereka ke pengadilan tipikor tanpa bukti yang kuat.
“Tidak mungkin juga jaksa menuntut di atas 10 tahun tanpa bukti yang kuat. Kalau jaksanya benar, dakwaan benar, tapi oleh hakim dibilang tidak terbukti, masyarakat akan menilai hakim ‘main mata’ dengan terdakwa,” ucap Yenti. Yenti lalu meminta Komisi Yudisial (KY) menguji putusan tersebut dalam uji eksaminasi.
“Dulu KY akan mengundang seluruh akademisi, pakar hukum pidana bila ada putusan yang ganjil seperti ini. Ada legal review atau eksaminasi. KY harus menghidupkan lagi tradisi seperti ini yang belakangan sudah tidak ada lagi,” tegas Yenti. Sebelumnya, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Bandung membebaskan Walikota Bekasi nonaktif Mochtar Mohammad dari dakwaan korupsi alias divonis bebas.
Sebelumnya, di pengadilan ini pula Bupati Subang Eep Hidayat dan Wakil Wali Kota Bogor Ahmad Ru’yat dibebaskan dari perkara korupsi. Sementara di Pengadilan Tipikor Semarang, hakim membebaskan terdakwa korupsi Oei Sindhu Stefanus dalam kasus korupsi Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) On-line di Kabupaten Cilacap. “Ini dapat menjadi pertanda buruk kalau dibiarkan, Tipikor lain di daerah akan melakukan hal serupa, membebaskan terdakwa koruptor. Semakin jauh dari kekuasaan, semakin sedikit pemantauan,” sesal Yenti. |dtc|