MAKASSAR, BKM — Empat proyek prestisius yang digagas Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan dan Makassar, dinilai hanya mimpi. Keempat proyek–busway koridor pertama, monorel Makassar Mall-Mandai, flyover di simpang lima Jalan Perintis Kemerdekaan-Bandara Sultan Hasanuddin serta kereta api jalur Makassar-Parepare–mustahil bisa diwujudkan dalam lima tahun ke depan.
Busway adalah proyek yang pertama kali digagas, yakni sejak 2003 silam. Dalam sembilan tahun, nyatanya angkutan massal ini tetap gagal dihadirkan di Makassar.
Sebelumnya kajian busway telah rampung. Jalan AP Pettarani ditetapkan menjadi koridor pertama sekaligus percontohan dengan hitung-hitungan dari frekuensi kemacetan dari tahun ke tahun, Pettarani menjadi pusat tumpahan kendaraan pada 5-10 tahun mendatang.
Pada fase ini, busway sangat dibutuhkan, minimal bisa menekan 30-40 persen angka kemacetan. Realitasnya, jika busway hadir hingga 5 atau 7 unit, maka ini sudah bisa mengambil alih peran angkot hingga 50 persen.
Sehingga dengan begitu, akan mudah dilakukan rekayasa agar angkot yang tidak lagi efektif di rute Pettarani bisa digantikan oleh busway.
Angkot tinggal dialihkan beroperasi pada jalur-jalur penghubung seperti Racing Centre, Abdullah dg Sirua, Maccini, Alauddin dan Panakkukang. Sementara, busway akan menguasai sepanjang jalur koridor satu AP Pettarani.
Namun, kajian yang matang tak juga ditindaklanjuti pemerintah. Makassar dipandang gagal menghadirkan busway. Akhirnya pada 2011 proyek ini diambil alih Pemprov Sulsel. Namun, hasilnya tidak jauh beda.
Hingga akhir 2012, tidak ada kepastian kapan busway akan dioperasikan. Padahal, secara infrastruktur, AP Pettarani sudah sangat layak.
“Dulu pemkot lebih memilih mempercepat bus sekolah daripada BRT. Kenapa? Ada apa? Padahal, secara manfaat, BRT inikah lebih jelas manfaatnya karena menyangkut kepentingan semua golongan. Sementara bus sekolah, kenyataannya juga tidak efektif. Toh masih banyak anak-anak kita yang pergi sekolah dengan biaya sendiri. Karena daerahnya tidak dijangkau bus sekolah,” papar Ahmad Mustakim, pegiat kemasyarakatan.
Yang tidak kalah konyolnya, Dinas Perhubungan Provinsi Sulsel yang mengambil alih proyek ini justru tidak berbuat apa-apa sampai sekarang. Program dishub tidak jelas soal busway.
“Padahal, dulu mereka menggebu-gebu ingin merealisasikannya tahun ini. Bagaimana mau terealisasi, stasiunnya saja belum ada,” tukas Mustakim.
Selanjutnya, gagasan menghadirkan fly over di simpang lima Jalan Perintis-Bandara Sultan Hasanuddin, juga kemungkinan akan bernasib sama dengan busway. Diyakini dalam lima tahun proyek ini masih sulit direalisasikan.
“Saya kita sulit. Kajian flyover itu lebih rumit. Apalagi anggaran infrastrukturnya luar biasa besar. Mana lagi pembebasan lahannya kalau dibebankan ke APBD. Kalau mengandalkan APBN, sampai kapan. APBD juga nda mungkin,” tambah Ahmad.
Yang paling disayangkan adalah monorel. Menurut dia, monorel telah sampai pada tahap penandatanganan MoU antara pemerintah provinsi dengan investor. Namun, sampai sekarang tidak jelas kelanjutannya.
Ahmad menuding, terbengkalainya proyek-proyek infrastruktur publik itu karena komitmen pemerintah yang sangat rendah. “Semestinya direalisasikan dulu satu proyek, baru ke proyek lain. Ini justru ditumpuk, akhirnya nda ada yang jalan. Busway belum ada, kita diberi mimpi lagi soal monorel. Nanti nyusul lagi kereta api,” paparnya.
Lebih tidak masuk akal adalah merealisasikan proyek kereta api Makassar-Parepare pada 2013. “Ini juga masih mimpi-mimpi. Monorel saja yang jalurnya lebih pendek dan telah diteken MoU, sampai sekarang tak jalan. Bagaimana dengan kereta api?” ketus Ahmad.
Menurut Ahmad, sekarang yang terpenting adalah memberi skala prioritas untuk proyek-proyek itu. Ia berpendapat, busway harus didahulukan agar bisa dioperasikan tahun 2013. “KArena busway tidak ada kendala teknis dan administrasi lagi. Jalan sudah siap, tinggal armada yang kita butuhkan,” katanya.
Berbeda dengan monorel memang mengalami hambatan pada analisis desain dan finalisasi izin. Menurut Ahmad, untuk analisis desain dan izin, tidak bisa ditarget secara pasti. Dia bisa cepat, tapi juga bisa sangat lama.
Selain 4 proyek itu, juga masih terdapat beberapa proyek fisik lainnya yang belum terealisasi. Diantaranya, proyek Balantonjong yang terkendala sengketa lahan, jalan lingkar tengah menghubungkan Jalan Perintis-Syekh Yusuf,
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Makassar Ibrahim Saleh, mengatakan, pihaknya mendapat banyak kendala dalam merealisasikan proyek. Untuk proyek Balantonjong, pihaknya terkendala oleh sengketa lahan, sebab ada pihak yang mengklaim itu lahan mereka.
Sedangkan untuk kelanjutan jalan lingkar tengah, dalam dan luar Mamminasata, Pemkot Makassar terkendala belum adanya penetapan Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Kota Makassar. Begitupun dengan proyek busway yang masih terkendala pada nota kesepahaman antara pemkot dengan pusat.
“Semua masih berproses. Kita masih menunggu kelanjutan proyek ini,” ujar Ibrahim.
Kepala Bidang Jalan dan Jembatann Dinas Pekerjaan Umum Kota Makassar Hamka mengatakan, pembebasan lahan menjadi persoalan paling berat dalam realisasi infrastruktur. Seperti misalnya jalan lingkar Mamminasata, dibutuhkan sharing untuk pembebasan lahan karena untuk membebankan seluruh biaya ke APBD sangat mustahil.
“Kami pernah usulkan pembebasan lahan middle ring road disharing, baik dari pemerintah kota, provinsi dan pusat. Karena kemampuan anggaran daerah sangat terbatas. Itu jalan satu-satunya. Kalau tidak, sulit kita realisasikan dalam waktu cepat,” terang Hamka. [beritakotamakassar.com]