
Jakarta – Selain memicu kematian dini, kanker juga bisa menyebabkan kecacatan dan kelumpuhan yang membuat orang tidak lagi bisa produktif. Jika ditotal, waktu berharga yang terampas oleh kanker di Indonesia bisa mencapai ribuan tahun lamanya. Demikian yang terungkap dalam hasil studi ACTION (ASEAN Cost in Oncology) yang dilakukan oleh George Institute. Dalam penelitian tersebut, para ilmuwan membandingkan kerugian waktu yang dialami negara-negara anggota ASEAN akibat penyakit kanker.
Waktu yang hilang karena kanker itu dinyatakan sebagai Disability Adjusted Life Years (DALYs) Lost. Angkanya didapat dari jumlah waktu yang hilang karena kematian dini, ditambah waktu yang dihabiskan pasien kanker selama kehilangan produktivitas. Empat negara di ASEAN dengan nilai DALYs Lost paling besar pada tiap 100.000 penduduk saat penelitian dilakukan yakni tahun 2008 adalah sebagai berikut.
- Laos (DALYs Lost: 1941 tahun)
- Vietnam (DALYs Lost: 1863 tahun)
- Myanmar (DALYs Lost: 1853 tahun)
- Indonesia (DALYs Lost: 1841 tahun)
Sementara angka DALYs Lost paling rendah dijumpai di Filipina yakni 1.411 tahun, serta Singapura yakni 1.492 tahun. Di seluruh engara ASEAN, jenis kanker yang paling banyak menyumbang DALYs Lost atau memicu kerugian waktu paling besar adalah kanker hati dan paru pada laki-laki serta kanker payudara, serviks dan paru pada perempuan.
Menteri Kesehatan (Menkes) Indonesia, Dr Nafsiah Mboi, SpA, MPH yang hadir membuka pertemuan tersebut mengakui bahwa kanker masih menjadi salah satu penyebab kematian paling besar di Indonesia. Mengenai faktor penyebab, Menkes menuding kebiasaan merokok masih menjadi yang utama.
Menkes juga menyayangkan adanya kecenderungan pada kelompok ekonomi menegnah ke bawah yang lebih memprioritaskan beli rokok dibandingkan memenuhi kebutuhan gizi keluarganya. Maka tak heran jika jumlah penderita kanker dan angka kurang gizi sulit diturunkan, sebagaimana jumlah perokok juga terus bertambah.
“Satu bungkus rokok harganya sama seperti 3 butir telur ayam. Padahal ada yang merokok 3 bungkus sehari,” sesal Menkes saat ditemui di Hotel JW Marriott, Kawasan Mega Kuningan, Jakarta, Jumat (23/11/2012).
Faktor lain yang ikut meningkatkan risiko kanker menurut Menkes adalah pola makan yang tidak sehat. Kurangnya makan serat dan terlalu seringnya mengonsumsi makanan berlemak selama ini banyak dikaitkan dengan peningkatan jumlah penderita kanker saluran cerna.
Meski tidak sebesar rokok dan pola makan, kemacetan di kota besar seperti Jakarta juga dituding sebagai faktor yang turut menyumbang peningkatan risiko kanker di Indonesia. Menkes menilai, kemacetan menyumbang polusi yang bisa bisa meningkatkan risiko kanker saluran nafas serta kanker kulit. |dtc|