Bhinneka Tunggal Ikaadalah moto atau semboyan bangsa Indonesia yang merdeka pada 17 Agustus 1945. Frasa ini berasal dari bahasa Jawa Kuno dan seringkali diterjemahkan dengan kalimat “Berbeda-beda tetapi tetap satu”.
Bila Diterjemahkan per patah kata, kata bhinneka berarti “beraneka ragam” atau berbeda-beda. Kata neka dalam bahasa Jawa Kuna berarti “macam” dan menjadi pembentuk kata “aneka” dalam Bahasa Indonesia. Kata tunggal berarti “satu”. Kata ika berarti “itu”. Secara harfiah Bhinneka Tunggal Ika diterjemahkan “Beraneka Satu Itu”, yang bermakna meskipun berbeda-beda tetapi pada hakikatnya bangsa Indonesia tetap adalah satu kesatuan. Semboyan ini digunakan untuk menggambarkan persatuan dan kesatuan Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri atas beraneka ragam budaya, bahasa daerah, ras, suku bangsa, agama dan kepercayaan.
Hal inilah yang patut disosialisasikan lagi kepada seluruh rakyat Indonesia, yang saat ini kondisinya cukup memprihatinkan. Tidak saja marak konflik antar pemeluk agama, kini juga marak konflik horisontal antar suku atau etnis. Sebut saja sekarang terjadi di Lampung Selatan yang menelan korban jiwa. Sungguh sangat memprihatinkan dan mengkhawatirkan, harus segera dicari solusinya!!
Jangan lagi memperuncing perbedaan suku, etnis dan agama mengingat Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) terbentuk dari perbedaan dan keberagaman. Demikian dikatakan Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) asal Lampung, Anang Prihantoro.
“Sudahlah, jangan ada lagi pertikaian antarwarga terutama mengatasnamakan perbedaan ras dan suku atau etnis, mengingat perbedaan itu merupakan anugerah yang dapat menunjang kemerdekaan negeri ini,” ujar Anang, saat meninjau pengungsi korban bentrokan antarwarga di Balinuraga, di Sekolah Polisi Negara (SPN) Bandarlampung, Sabtu (03/11) seperti dikutip dari Antara.
Menurut dia, keberadaan negara pembentukannya karena adanya persatuan dari berbagai ragam asal usul masyarakat yang berbeda suku, agama, dan bahasa. “Adanya persatuan itulah, kemudian kita dapat merdeka dari penjajahan,” ujarnya.
“Karena itu, dia mengingatkan agar tidak ada upaya untuk merusak persatuan di negara ini, sehingga membuat masyarakat mudah terprovokasi atas kejadian yang belum dapat dipastikan kebenarannya,” imbuh senator dari Provinsi Lampung itu.
Anang juga berharap seluruh pihak, baik DPRD, Pemkab Lampung Selatan, Pemprov Lampung, bersama seluruh elemen masyarakat dapat mendorong perdamaian secara substansial atau sesungguhnya sehingga kejadian serupa tidak perlu terulang lagi.
“Pemulihan korban usai kerusuhan ini harus dilakukan pada kedua belah pihak karena korban ada pada masing-masing pihak, baik masyarakat Lampung asal Bali maupun warga lokal setempat,” ujar dia lagi.
Anggota DPD lainnya, I Kadek Arimbawa, menegaskan bahwa Indonesia merupakan negara kesatuan yang terbentuk atas persatuan dan persaudaraan rakyatnya yang berbeda-beda. “Janganlah perbedaan itu menjadi pemecah bangsa ini, apalagi pertikaian yang menimbulkan korban jiwa di antara kedua belah pihak,” ujar senator dari Provinsi Bali itu.
Ia mengingatkan pula bahwa sebagai satu bangsa, masyarakat Lampung asal Bali juga harus dapat membaur dan bahu membahu menunjang peningkatan pembangunan di daerah itu.
“Saya berharap kejadian serupa tidak perlu terulang lagi, karena kita ini bangsa Indonesia sehingga semua adalah saudara, jadi kalau ada permasalahan sebaiknya dibicarakan secara baik-baik agar tidak menimbulkan korban jiwa seperti saat ini,” kata dia.
Sementara itu Kepolisian Negara RI bersama para tokoh masyarakat secara konsisten membahas dan mensosialisasikan sembilan butir kesepakatan damai antarwarga di Desa Agom, Kecamatan Kalianda dan Desa Balinuraga, Kecamatan Way Panji, Lampung Selatan.
“Upaya dalam mewujudkan perdamaian terus dilakukan, sosialisasi sembilan butir yang berusaha disepakati masyarakat,” kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigjen Pol Boy Rafli Amar di Jakarta, Sabtu (03/11).
Boy Rafli mengatakan pembahasan dan sosialisasi sembilan butir ini terus diupayakan kepada warga seiring peningkatan penjagaan dan pelayanan untuk pengungsi di Sekolah Polisi Negara (SPN) Kemiling, Bandar Lampung. Namun, Boy belum dapat menjelaskan sembilan butir perdamaian ini sampai ada kesepakatan antara pemerintah, aparat hukum dan juga masyarakat.
“Proses pembicaraan masih berlanjut, hari demi hari terus diupayakan, hingga masing-masing sampai pada titik kesepakatan, termasuk melakukan penegakan hukum secara objektif,” kata Boy.
Setidaknya tercatat ada 1.484 orang mengungsi di SPN Kemiling dengan 368 orang diantaranya adalah anak-anak.
Prihatin, adalah kata yang tepat dalam mengekspresikan kejadian di Lampung Selatan, dimana sesama saudara se tanah air harus saling menyerang, membunuh, merusak dan membakar demi sebuah keyakinan yang tidak jelas arahnya. Apakah ini terus dibiarkan, dan akhirnya membuat bangsa kita terpecah belah lalu saling bermusuhan. Tentu saja tidak. Oleh karena ini dengan semangat menjunjung tinggi toleransi dan saling menghormati mari kita junjung tinggi semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Mari kita kembalikan kejayaan bangsa Indonesia, dan jangan terpuruk dengan selalu memperuncing perbedaan sehingga muncul konflik horisontal. |berbagai sumber|