
Jakarta – Jogging bisa dikatakan salah satu alternatif olahraga yang paling banyak dipilih oleh masyarakat perkotaan. Sayangnya pegiat jogging terkadang masih harus dihadapkan pada banyaknya risiko gangguan kesehatan di perkotaan seperti dari kemacetan lalu lintas atau polusi. Belum lagi dengan kondisi trotoar yang tak lagi ramah bagi pengguna jalan.
Namun ternyata hambatan pegiat jogging tak hanya itu saja. Sebuah studi baru dari Belgia menunjukkan bahwa orang-orang yang hidup di kota dan suka berolahraga di luar rumah justru dilaporkan memiliki tingkat peradangan yang lebih tinggi serta penurunan kemampuan kognitif ketimbang orang-orang yang hidup di pinggiran kota.
Untuk memperoleh kesimpulan itu peneliti membagi partisipan ke dalam dua kelompok: 15 orang di perkotaan dan 9 orang di pedesaan. Keduanya diminta melakukan olahraga jalan kaki dan berlari tiga hari dalam seminggu sejak tengah hari hingga jam 1 siang selama 12 minggu. Kemudian peneliti memberi partisipan sebuah tes untuk mengukur waktu respons dan rentang perhatiannya terhadap suatu hal.
Hasilnya, tingginya kadar polusi di kota besar mencegah partisipan untuk memperoleh manfaat kognitif dari olahraga seperti brain plasticity (kemampuan otak untuk berubah ketika diberi wawasan baru), pemahaman atau daya tangkap dan kesehatan mental. Bahkan partisipan yang berolahraga di perkotaan juga menunjukkan kadar penanda peradangan (inflammation marker) yang lebih tinggi di dalam darahnya.
Padahal tim peneliti percaya bahwa peradangan pada otak dapat menyebabkan gangguan mental. “Beruntung tubuh memiliki mekanisme pemulihan yang sangat kuat sehingga peradangan itu bisa menghilang dari waktu ke waktu,” ungkap peneliti Romain Meeusen, Ph.D., FACSM, kepala departemen Human Physiology and Sports Medicine, Vrije Universiteit Brussel, Belgia.
“Lagipula bagaimanapun olahraga itu selalu jauh lebih baik daripada diam saja,” pungkasnya seperti dilansir Menshealth, Selasa (27/11/2012). |dtc|