Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan menduga kuat dua buron teroris yang lolos dari penyergapan di Kecamatan Moncongloe, Maros, Minggu malam lalu, membawa senjata api dan bom rakitan. Hanya saja, belum diketahui apakah kelompok ini menargetkan teror di Makassar atau hanya menjadikan daerah ini jalur pelarian untuk target tertentu di daerah lain.
“Semua masih dalam penyelidikan. Tetapi, soal indikasi mereka adalah jaringan teroris Poso, itu sangat kuat. Ada kesamaan pergerakan serta jenis bom yang kita temukan. Bom tersebut setelah diurai dan dikaji oleh tim Gegana Polda Sulsel ternyata ada kemiripan dengan bom yang digunakan pelaku teroris di Poso,,” terang Kepala Bidang Humas Polda Sulsel AKBP Endi Sutendi, Senin (12/11).
Menurut Endi, saat ini tim Gegana bersama Densus 88 tengah memburu keduanya hingga ke wilayah perbatasan Maros-Makassar. Ia mengatakan, jika kelompok ini menarget Sulsel atau Makassar sebagai wilayah teror setelah Poso, maka besar kemungkinan, mereka bergerak berkelompok. Bukan hanya dua orang.
“Artinya mereka juga sudah punya tempat persembunyian dan persenjataan yang lebih banyak. Tetapi itu masih dalam batas dugaan. Kita masih selidiki pergerakan kelompok ini,” jelas Endi.
Dalam penyergapan di Moncongloe, aparat gagal meringkus dua buron teroris yang ditengarai adalah rekan Awaluddin, pria yang melempar bom ke arah Gubernur Sulsel Syahrul Yasin Limpo. Penyergapan itu berlangsung hampir 7 jam.
Polisi sempat mengepung sebuah perkampungan di Moncongloe, namun gagal menemukan keduanya. Polisi hanya mengamankan sebuah sepeda motor dan pakaian di sebuah rumah yang diduga milik pelaku.
Melihat pergerakannya yang terbilang cepat dan tanggap, Endi menduga kedua pelaku teror ini berpengalaman menghadapi situasi seperti itu. Atas indikasi ini, kuat dugaan mereka adalah kelompok profesional.
“Sekarang kita sedang selidiki jalur pelariannya, atau tempat-tempat yang mungkin mereka jadikan markas persembunyian,” jelasnya.
Endi menambahkan, soal motif politik di balik serangan ini, pihaknya juga masih melakukan pendalaman. Tetapi yang pasti yang mereka targetkan adalah kekacauan di masyarakat.
Sementara itu, beberapa jam setelah perburuan teroris di Moncongloe, Densus 88 meringkus seorang pria yang diduga masih jaringan kelompok Poso. Pria berinsial AL ini ditangkap di Jalan Masjid Raya, Makassar pada Senin (12/11) pagi. Dari tangannya disita sepucuk senjata api organik jenis FN.
Penangkapan AL adalah hasil pengembangan dari Awaluddin.
Kepala Satuan Reserse Kriminal Polrestabes Makassar AKBP Himawan Sugeha, mengatakan, penangkapan AL berlangsung singkat. Selain sepucuk senjata FN, juga disitu amunisi dan sepeda motor.
Himawan juga mengatakan, aksi Awaluddin di Monumen Mandala tidak ada kaitannya dengan pilgub, dan sasaran teror bukan ditujukan kepada Syahrul. “Mereka bukan menarget SYL, melainkan hanya untuk mengacaukan kerumunan orang. Itu tujuannya. Jadi tidak ada kaitannya dengan pilgub,” katanya.
Sementara itu, intelijen TNI mengakui telah mendeteksi pergerakan teroris sejak sebulan lalu, saat kelompok ini tercium di Poso. Kepala Unit Penerangan Kodam VII Wirabuana Mayor Sahabuddin mengonfirmasikan, sejak awal pihaknya selalu memberikan informasi kepada polisi, terkait adanya jejak-jejak teoris yang bergerak di Sulsel.
“Sebenarnya sudah, tapi kan kita sifatnya koordinasi dengan polisi. Mereka yang mengeksekusi. Kita selalu memberikan info tentang apa yang kita dapatkan. Termasuk teroris. Intinya kami selalu koordinasikan sama polisi,” tutur Sahabuddin.
Begitu juga saat perburuan di Moncongloe oleh aparat kepolisian, dari awal telah diinformasikan oleh intelijen TNI. Menurut Sahabuddin, intelijen TNI sudah mendeteksi dan sudah mengoordinasikan kepada pihak kepolisian. “Kalau yang semalam kan hasil dari pengembangan atas penangkapan pelaku kemarin. Intelijen kita sudah mendeteksi, tapi jaringan teroris kan berkembang. Yang jelas info awal sudah ada,” terang dia.
Seorang warga Moncongloe, Nurdin (42) ditemui Berita Kota di rumahnya di sekitar lokasi penyergapan mengatakan, sekitar satu jam sebelum polisi tiba di TKP, ia melihat dua pria bersepeda motor sambil menenteng senjata. Setelah satu jam berselang, baru polisi tiba dan langsung menyergap mereka.
“Tapi dia sudah lolos karena memang kedatangannya beda satu jam. Kemungkinan dia lari ke Maros. Waktu saya berpapasan dengan dua orang itu, mereka sangat terburu-buru. Bahkan dia sempat tabrak saya. Di situmi saya lihat dia bawa senjata. Tapi saya pikir cuma senjata biasa, jadi saya nda terlalu kagetji,” tutur Nurdin.
Tepat setelah polisi datang dan memberondong tempat itu dengan tembakan, Nurdin baru sadar bahwa dua pria yang menabraknya tadi adalah kelompok teroris.
“Saya baru kaget,” selanya.
Lanjut dikatakan Nurdin, pemuda itu kemungkinan meninggalkan sepeda motornya karena medan yang tidak memungkinkan. Mereka melintasi wilayah persawahan. Sementara mereka sadar bahwa di belakang, personel polisi sedang membuntuti.
“Karena petugas juga sudah dekat, ia pergi meninggalkan motornya turun ke area persawahan. Saya nda taumi mereka lari ke mana,” jelas Nurdin.
Merunut pada jalur persawahan itu, kemungkinan besar keduanya lari ke arah Maros atau Gowa. Wilayah tersebut merupakan titik perbatasan tiga daerah yakni Makassar, Maros dan Gowa.
Jika melintasi daerah tersebut, pelarian bisa tembus ke Gowa, namun bisa juga ke daerah Puca, Maros. [beritakotamakassar.com]