
ORMAS keagamaan Muhammadiyah menilai hasil survei yang dilakukan Lembaga Survei Indonesia (LSI) perlu jadi kajian bagi pemerintah dalam menetapkan awal Ramadan dan Syawal secara lebih awal setiap tahun.
Sebaliknya, Nahdlatul Ulama (NU) menganggap penentuan awal Ramadan dan Syawal yang dijalankan pemerintah selama ini sudah benar karena metode rukyat yang dipakai sesuai dengan sejarah dan hadis Nabi Muhammad SAW.
Hal itu disampaikan pemuka kedua ormas keagamaan terbesar di Indonesia itu saat menyikapi hasil survei LSI mengenai penetapan awal Ramadan dan Syawal atau Hari Raya Idul Fitri, di Jakarta, kemarin.
Sebelumnya, hasil survei yang dilakukan LSI pada 13 – 14 Agustus lalu menyebutkan sebanyak 52,5% masyarakat Indonesia menginginkan pemerintah menentukan kepastian 1 Ramadan dan 1 Syawal jauh-jauh hari. Adapun yang memilih penentuan dilakukan mendekati hari H sebanyak 34,01%. Sisanya sebanyak 13,85% menjawab tidak tahu.
Ketua PP Muhammadiyah Anwar Abbas menyampaikan sebenarnya Muhammadiyah dan pemerintah dalam menetapkan awal bulan sama-sama menggunakan ilmu hisab (penghitungan secara astronomis). Namun, pemerintah juga memakai metode rukyat (pengamatan bulan), metode yang juga dipakai kalangan NU.
‘’Kalau masyarakat kita i nginkan ada kesamaan setiap awal Ramadan (puasa) dan Syawal (Lebaran), gunakan ilmu hisab saja, perbedaan pasti hilang,’’ ujar dia.
Yang terjadi saat ini sebaliknya. Pemerintah tetap menggunakan metode rukyat selain hisab. Akhirnya, perbedaan awal Ramadan dan Syawal kerap terjadi setiap tahun di Indonesia.
‘’Maka itu yang terpenting pemerintah hendaknya mengedukasi masyarakat agar bisa menerima perbedaan itu,’’ tegas Anwar.
Ia pun mengusulkan agar pemerintah mengkaji hasil survei LSI untuk selanjutnya membuat sistem kalender hijriah bagi umat Islam di Indonesia.
‘’Dengan cara ini, perencanaan kegiatan lebih baik, terukur, dan penuh kepastian, serta tidak mengundang perdebatan setiap tahunnya,’’ ungkap dia.
Ketua Umum Pengurus Besar NU Said Aqil Sirodj mengatakan apa yang dilakukan pemerintah dengan memakai metode rukyat juga dilakukan Rasulullah SAW dan empat khalifah, serta ulama-ulama di dunia. Said Aqil pun mengutip sebuah hadis.
‘’Berpuasalah kamu jika melihat bulan dan berlebaranlah kalau melihat bulan, itu hadis yang menjadi petunjuk dalam penetapan awal puasa atau Syawal (Lebaran),’’ kata dia.
Karena itu, dia mengajak masyarakat untuk menaati ulama dan pemerintah yang baik, seperti anjuran Alquran.
`’Kami kira pemerintah kita masih baik karena ikut menyiarkan metode rukyat melalui sidang isbat secara bermusyawarah dan mufakat,” kata Said Aqil.
Rukyat dulu
Saat menanggapi hal itu, Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama Abdul Djamil memaklumi kalau pendapat masyarakat yang dirangkum dalam survei LSI ingin pemerintah lebih cepat menetapkan awal Ramadan dan Syawal. Itu karena masyarakat masih kurang paham metode syariah.
`’Persoalan dasar syar’i yang dipakai dasar untuk penetapan awal bulan Ramadan dan Syawal itu memang harus lewat rukyat terlebih dulu. Sebab, itu perintah Nabi Muhammad dan ini jadi pegangan pemerintah,” pungkas Abdul Djamil sebagaimana dinukil Koran Media Indonesia, Selasa.