
TENTARA Mesir terus berupaya keras membungkam perlawanan pendukung presiden terguling Muhammad Mursi yang berasal dari kalangan Ikhwanul Muslimin (IM). Penangkapan dan penahanan gencar dilakukan aparat hingga ke pucuk pimpinan tertinggi organisasi itu.
Menteri Dalam Negeri Mesir Mohamed Ibrahim mengatakan polisi telah menangkap Ketua IM Mohamed Badie di dekat Lapangan Rabaa al-Adawiyah. Di lokasi itu, sebelumnya militer menangkap lebih dari 1.000 pendukung Mursi yang tengah menggelar aksi duduk dan berujung pada ben trokan mematikan.
“Melaksanakan keputusan jaksa penuntut umum untuk menangkap dan membawa ke meja hijau pemimpin utama
Ikhwanul Muslimin Mohamed Badie,” kata Ibrahim.
Dalam video yang dirilis Aljazeera, Badie terlihat duduk si sofa tanpa ekspresi. Penangkapan pemimpin spiritual berusia 70 tahun itu disebutkan akan sangat berpengaruh pada perlawanan IM terhadap pemerintahan sementara.
Kementerian Dalam Negeri Mesir mengungkapkan Badie dibawa ke penjara Tora di selatan Kairo, Sela sa (20/8) pagi waktu setempat. Di penjara itulah mantan presiden Hosni Mubarak yang di gulingkan dan tokoh penting lainnya ditahan.
Dipastikan, Badie dan wakilnya, Khairat el-Shater, yang be rada dalam tahanan itu, akan diadili bulan ini atas tu duhan peran mereka dalam pembunuhan delapan demonstran di luar markas IM di Kairo pada Juni.
Sebagai respons atas penang kapan Badie, IM telah menunjuk Mahmoud Ezzat sebagai pemimpin spiritual.
Pejabat senior IM, Ahmed Aref, mengatakan di situs web-nya bahwa penangkapan Badie tidak mengubah apaapa, khususnya dalam menentang rezim militer hingga Mursi dilepas dan statusnya dipulihkan.
Media dukung pemerintah
Ironisnya, seperti diberitakan AFP, Media Mesir baik swasta maupun milik pemerintah tidak imbang dalam pemberitaan, media justeru dituding berbaris di belakang pemerintah dalam menggambarkan langkah pemerintah melawan Ikhwanul Muslimin sebagai “perang melawan teror”. Mereka juga mencela wartawan asing.
Ketika polisi dan tentara Mesir berjibaku mengejar dan membersihkan para pendukung Morsi dan Ikhwanul Muslimin, media setempat berperan dengan mengkampanyekan perlawanan terhadap Ikhwanul Muslimin dan sekutunya.
“Dalam satu tahun masa kepresidenan Moursi, lebih banyak wartawan yang diadili ketimbang 185 tahun sejarah pers Mesir sebelumnya,” kata pengamat politik Hisham Kassem kepada AFP, Selasa (20/8/2013). “Kini media mengeksploitasi situasi Ikhawanul untuk membalaskan dendam mereka.”
Selama berhari-hari, tiga saluran televisi negara di Mesir menyiarkan banner berbahasa Inggris yang berarti “Mesir memerangi terorisme”.
Mereka tak henti melaporkan bentrok-bentrok terakhir antara pendukung Moursi dan pasukan keamanan yang sejak Rabu pekan lalu diklaim telah menelan 900 korban jiwa.
Lagu-lagu perjuangan diperdengarkan mengirimi cuplikan video berisi pasukan militer saat melakukan latihan atau saat menunjukkan perhatiannya pada warga sipil.
Satu tayangan berjudul “Sejarah hitam organisasi Ikhwanul” dimaksudkan untuk memperlihatkan sejarah keras Ihwanul Muslimin.
Dalam tayangan ini termasuk video arsip mengenai para anggota Ikhwanul, upaya pembunuhan Presiden Gamal Abdul Nasser dan pembunuhan Presiden Anwar Sadat.
Video itu diakhiri dengan bentrokan-bentrokan yang terjadi belakangan ini, dengan mempertontonkan pria-pria bersenjata dari kelompok tersebut, serta gedung-gedung yang terbakar.
Koran-koran negeri ini juga seperti seragam mengkritik Ikhwanul Muslimin dan berdiri di belakang pemerintah serta panglima tentara, Abdel Fattah al-Sisi.
Harian milik pemerintah Al-Ahram Senin kemarin mendedikasikan seluruh halaman depannya untuk isi pidato Jenderal Sisi.
Abdel Halim Qandil, pemimpin redaksi harian independen Sawt al-Ummah, menganggap front media bersatu ini sebagai respons normal terhadap “pertempuran nasional” di negeri itu.
Dia menuduh media Barat hanya berayun pada dua kutub ekstrem; kebencian terhadap Islam dan kecintaan kepada Ikhwanul.
“Inilah yang menciptakan kemarahan besar dan kecurigaan dari sebagian warga Mesir kepada media asing,” kata dia. (lian/mi/ant/AFP)