
Kebijakan Dinas Pendidikan Kota Prabumulih, Sumatra Selatan untuk memasukkan tes keperawanan dalam penerimaan siswi SMA 2014 menuai kontra dari berbagai kalangan. Salah satunya adalah dari kalangan Politisi Partai Golkar Nurul Arifin.
“Sangat tidak etis, diskriminatif dan melecehkan perempuan. Kadin tersebut hanya mencari sensasi tanpa memikirkan dampak psikologis terhadap perempuan pada umumnya,” ujar Nurul di Jakarta, Selasa (20/8).
Menurut Nurul, jika ingin mengajarkan etika, moral dan perilaku santun, sebaiknya melalui edukasi.
“Bukan mengobok-obok tubuh perempuan. Dan (tes) dilakukan baik untuk anak laki-laki dan perempuan,” jelas Nurul.
Diadakannya tes keperawanan ditegaskan Nurul melanggar HAM. “Pertanyaannya, bagaimana mekanisme testnya? Menggunakan apa?” tandas Nurul.
Politisi partai Demokrat Ruhut Sitompul secara tegas menolaknya. ‘Si Poltak’ juga mempertanyakan, dari mana keputusan tes keperawanan itu dikeluarkan.
“Itu sebenarnya (keputusan) kanwil (kantor wilayah) di sana atau dinas?” kata Ruhut di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (20/8/2013). “Kita nggak setuju yang begitu-begitu,” tegas Ruhut.
Sebab, menurut Ruhut, apabila hal itu merupakan keputusan Kementerian Pendidikan, maka seharusnya hal itu telah diketahui banyak orang. “Kalau masalah di pendidikan di kementerian, jadi turun ke bawah mestinya nggak boleh,” kata Ruhut.
Namun pandangan kedua politisi tersebut justeru berbeda dengan anggota DPRD Kendal, Jawa Tengah, Budiono. Ia mengatakan, wacana tersebut perlu diterapkan di Kabupaten Kendal. Pasalnya, disinyalisasi, siswi di Kabupaten Kendal banyak juga yang sudah tidak perawan. Pemicunya adalah banyaknya siswi yang mempunyai telepon seluler canggih dan bisa digunakan untuk mengunduh gambar-gambar mesum.
Di samping itu, kurangnya pengawasan orangtua yang bekerja sebagai TKI di luar negeri pun menjadi pemicu banyaknya siswi di Kendal yang melakukan pergaulan bebas.
“Asal tidak dipublikasikan dan hanya untuk kalangan sendiri, saya kira wacana untuk tes keperawanan siswi bisa dilakukan, seperti kita melakukan tes darah. Kalau yang bersangkutan mengidap penyakit AIDS, hanya petugas dan orang itu yang tahu,” kata Budi, yang juga wakil rakyat dari PKS, Selasa (20/8/2013).
Budi menambahkan, tes keperawanan tersebut harus dipandang sebagai kontrol sosial orangtua kepada anaknya sehingga anak tidak bisa bergaul bebas hingga melakukan seks bebas. “Semuanya bisa hati-hati,” jelasnya. (lian/kg/mtn)