
SEKITAR 100 tahanan, termasuk sekitar 59 tahanan politik (Tapol)dibebaskan oleh pemerintah Myanmar, Rabu.
Langkah itu ditempuh sehari setelah Uni Eropa mencabut seluruh sanksi terhadap negeri itu, kecuali embargo senjata.
Pembebasan yang diumumkan Presiden Thein Sein melalui pidato yang disiarkan keseantero Myanmar itu berlangsung di tengah desakan keras para aktivis hak asasi manusia yang menuntut pembebasan ratusan tahanan politik yang diyakini masih mendekam di penjara-penjara Myanmar.
Pemerintah Myanmar telah menyangkal keberadaan tahanan politik tersebut. Mereka menegaskan para tahanan itu ialah para pelanggar hukum.
Faktanya, lebih dari 800 tahanan politik telah dibebaskan antara Mei 2011 dan November 2012.
Bo Kyi, dari Assistance Association for Political Prisoners (AAPP), memastikan di antara 100 tahanan yang dibebaskan kemarin, sebanyak 56 tahanan merupakan tahanan politik.
Mereka dibebaskan dari lima penjara. Menurut dia, se di kitnya 176 aktivis politik masih mendekam di berbagai penjara.
Konfi rmasi serupa disampaikan Ye Aung, mantan tahanan dan anggota komite pemerintah. Bahkan, menurut Aung, sekitar 300 tahanan politik masih mendekam di penjara.
Sebagian besar berasal dari etnik minoritas.
Salah satu tahanan politik yang dibebaskan kemarin ialah Zaw Moe. Dia dibebaskan ber
sama setidaknya lima tahanan politik dari Penjara Insein. Namun, dia tetap merasa khawatir karena masih banyak rekannya yang mendekam di penjara tersebut. “Saya mengkhawatirkan mereka,“ ujar Zaw Moe.
Zaw Moe divonis 18 tahun penjara pada 2008 atas tuduhan keterlibatan dengan kelompok-kelompok yang membangkang terhadap junta militer yang berkuasa di negeri itu selama hampir tiga dekade.
Alat barter Para pemimpin oposisi dan kelompok-kelompok pembela HAM menuding pemerintah menggunakan tahanan politik sebagai alat barter.
Pembebasan tahanan itu, me nurut mereka, hanya dijadikan bukti bahwa pemerintah menempuh reformasi. Di sisi lain, pemerintah terus mena han aktivis lainnya untuk menekan Barat agar melonggarkan sanksi.
“Amnesti hampir selalu berbarengan dengan peristiwa berskala internasional. Saat ini, amnesti berbarengan dengan pencabutan sanksi oleh UE,” ungkap Ko Ko Gyi yang dibebaskan tahun lalu.
“Pemerintah harus mengakui keberadaan tahanan poli
tik dan membebaskan mereka semuanya,” ungkap Gyi.
Terakhir kali Myanmar membebaskan tahanan politik berbarengan dengan kunjungan Presiden Amerika Serikat Barack Obama tahun lalu.
Pembebasan saat ini terjadi sehari setelah Uni Eropa mencabut semua sanksi politik dan ekonomi terhadap Myanmar.
UE mengatakan pencabut an itu untuk mendukung reformasi demokrasi di Myanmar yang terus menunjukkan kemajuan pesat. (mi/sol)