
Belum lama ini sejumlah rumah sakit swasta di Jakarta mengundurkan diri secara resmi dari program Kartu Jakarta Sehat (KJS). Hingga berita ini diturunkan, sudah ada 16 rumah sakit: 2 diantaranya mengundurkan diri secara resmi melalui surat, dan 14 rumah sakit lainnya baru sebatas lisan.
Adapun salah satu alasan rumah sakit swasta mundur dari KJS adalah rumah sakit merasa kewalahan menutupi biaya operasional dari pelayanan kesehatan yang diberikan kepada jutaan warga miskin di Ibu Kota. Wakil Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) pun mengakui, ia tidak bisa berbuat apa-apa, termasuk memberikan sanksi.
Dikatakan Ahok, Kartu Jakarta Sehat (KJS) sebesar Rp1,2 triliun ternyata tidak mampu menutupi biaya layanan kesehatan gratis bagi 4,7 juta warga Ibu Kota. Menurutnya, anggaran yang dibutuhkan seharusnya Rp2,5 triliun hingga Rp3 triliun. Namun apa boleh buat, APBD DKI 2013 cuma menganggarkan Rp1,2 triliun.
Oleh karena itu, tahun ini Pemprov akan melakukan promosi premi kesehatan buat warga Jakarta melalui sistem autodebet. Tahun berikutnya, semua warga diharapkan sudah memiliki rekening Bank DKI atau rekening bank lainnya. Melalui rekening pribadi itu, akan langsung dipotong dari saldo tabungan untuk premi.
“Asuransi kan sistem gotong royong. Jadi uang orang sehat membantu orang sakit. Jadi tidak ada gratis sebetulnya, ini bulan promosi, istilahnya begitu,“ ujarnya seperti dikutip Koran Media Indonsia, Selasa.
Langkah itu, kata Ahok, masih dalam koridor peraturan daerah tentang jaminan kesehatan daerah. Perda itu menyebutkan pemprov berhak memungut dan memotong iuran dari warga untuk biaya kesehatan. Akan tetapi, warga yang tidak mampu tetap ditanggung pemprov.
Tentu saja pernyataan Ahok itu sangat berbeda dengan pernyataan Joko Widodo (Jokowi), sebelum ia menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta ketika mempromosikan KJS . Menurut Jokowi sendiri, program kesehatan masyarakat Jakarta seharusnya sudah bisa berjalan dengan baik. Pasalnya, kata Jokowi, ada uang dana Pemrov DKI sebesar Rp 600 miliar untuk alokasi anggaran kesehatan.
“Saya lihat di APBD-nya Pemrov DKI itu ada uang sebesar untuk Rp 600 miliar untuk bantuan kesehatan masyarakat. Saya yang di sana (Solo), saya hanya menyiapkan Rp 19 miliar itu sudah bisa menyelesaikan masalah. Itu hanya satu walikota. Di sini (Jakarta) kan ada 5 walikota. Mestinya dengan Rp 100 miliar sudah diselesaikan,” ujarnya.
Jokowi pun berjanji, jika ada rumah sakit negeri dan swasta yang menolak KJS maka ia tidak segan-segan memberikan sanksi, yakni bagi rumah sakit negeri yang menolak KJS, ia akan memecat Dirut rumah sakit tersebut. Sementara bagi rumah sakit swasta yang menolak, maka ia mengancam tidak akan mengeluarkan izin kesehatan, IMB, SIUP, maupun PBB bagi rumah sakit swasta.
Memang ketika Jokowi berpidato mensosialisasikan KJS, ia menunjukkan data yang ditunjukkan adalah 2,7 juta jiwa yang menerima kesehatan gratis dan sangat beda apa yang disampaikan oleh Ahok sekitar 4,7 juta penerima kesehatan gratis saat ini sebagaimana disampaikan di atas. (video ini bisa anda lihat di sini)
Namun kita juga patut bertanya, jika Rp 100 miliar saja, kata Jokowi, mampu menyelesaikan masalah kesehatan di Ibu Kota, apalagi dengan uang sisa lebih dari Rp 600 miliar itu. Terlebih, anggaran dana kesehatan APBD DKI sekarang mencapai Rp1,2 triliun? (webtorial)