
Yang terpenting siapa pun yang akan duduk sebagai R1 pada bulan Oktober 2014 nanti, dia harus peduli kepada rakyatnya. Apalagi Bank Dunia sudah mengancam untuk menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi.
Oleh : Heru Lianto
GUBERNUR DKI Jakarta Joko Widodo akhirnya resmi maju sebagai calon presiden dari PDI-P. Hal itu dikatakannya di Rumah Si Pitung, Marunda, Jakarta Utara, Jumat lalu. Media massa baik cetak, radio, dan online berbondong-bondong untuk meliput peristiwa yang bersejarah tersebut, bahkan salah satu media televisi tak mau ketinggalan untuk menyiarkan secara langsung deklarasi pencapresan Jokowi.
Menurut pria yang akrab disapa Jokowi itu kepada wartawan, dirinya maju karena sudah mendapat mandat dari Ketua umum PDI P Megawati Soekarno Putri.
Kabar ini tentunya mengejutkan banyak pihak, terutama warga DKI Jakarta yang mana pada pilkada DKI Jakarta sekitar 53,82 persen memberikan kepercayaan dan menaruh harapan kepadanya untuk membawa Jakarta lebih baik, di antaranya mengatasi kemacetan dan banjir yang tidak pernah kunjung usai dari gubernur-gubernur sebelumnya.
Salah satu Mantan Ketua Tim Relawan Jakarta Baru pendukung Jokowi saat Pilkada DKI Jakarta, Ade Ardiansyah Utama belum lama ini mengatakan sekitar 180 perwakilan tim relawan telah mencabut mandat Jokowi sebagai gubernur. Mereka sangat kecewa atas keputusan Jokowi mencalonkan Presiden 2014. Mereka bersumpah tidak akan memilih Jokowi dan PDIP. Bahkan mereka pun menuding Jokowi tak ubahnya orang yang rakus kekuasaan.
Tidak hanya dari kalangan warga Jakarta, penolakan pun datang dari organisasi mahasiswa, yakni Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), salah satu organisasi kampus terbesar di Indonesia. Mereka menuntut agar Jokowi fokus menyelesaikan masalah kasus transportasi umum, yakni transjakarta dan Bus Kota Terintegrasi Busway (BKTB) yang kasusnya sampai saat ini belum menemukan titik terang.
Selain membuat kaget sebagian masyarakat Jakarta, para pengamat politik, dan mahasiswa, keputusan Jokowi ‘nyapres’ juga membuat kaget Partai Gerakan Indonesia Raya. Pasalnya Megawati sebagai pimpinan tertinggi dinilai telah melakukan pengkhianatan terhadap isi perjanjian “Batu Tulis”.
Perjanjian Batu Tulis adalah sebuah dokumen antara PDIP dan Gerindra ketika kedua partai tersebut mengusung Megawati dan Prabowo sebagai Capres-Cawapres pada pilpres 2009, di mana terdapat 7 (tujuh) isi perjanjian yang ditandatangani bermaterai antara Megawati dan Prabowo. Salah satunya yang terdapat pada poin ke-7, yakni Megawati Soekarnoputri mendukung pencalonan Prabowo Subianto sebagai calon presiden pada Pemilu Presiden tahun 2014.
Namun Politikus senior PDI Perjuangan, Pramono Anung Wibowo, menyatakan perjanjian Batu Tulis yang “diungkit” Partai Gerindra sesuatu yang sudah usang. Butir-butir dalam perjanjian Batu Tulis, kata Pramono Anung, tidak berlaku lagi terutama poin ketujuh, karena dalam Pemilu 2009 pasangan Mega-Prabowo kalah.
Jokowi terbilang orang baru yang mencapreskan diri. Dia sendiri dari kalangan sipil. Namun namanya melambung jauh berkat blusukan dan support media massa ketika dia menjadi walikota Solo dan Gubernur DKI Jakarta sewaktu diusung PDI-P dan Gerindra. Sementara Prabowo adalah capres dari kalangan militer, di mana dia punya pengalaman sebagai Danjen Kopassus, yang juga memiliki pemikiran masalah ekonomi yang baik.
Penulis sendiri tidak mau terlalu jauh mengurai kedua sosok pemimpin itu. Yang terpenting siapa pun yang akan duduk sebagai R1 pada bulan Oktober 2014 nanti, dia harus peduli kepada rakyatnya. Apalagi Bank Dunia sudah mengancam untuk menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi.
Jim Brumby, Lead Economist World Bank di Hotel Intercontinental Mid Plaza, Jakarta, belum lama ini mengatakan, Bank Dunia sudah mempunyai dua skenario pasca dilantiknya Capres dan Cawapres 2014 terpilih.
Adapun dua skenario itu adalah menaikkan harga BBM yang awalnya Rp6.500 per liter menjadi Rp 8.500 per liter. Dan skenario kedua adalah menaikkan subsidi BBM sebesar 50%. Alasannya apalagi kalau bukan untuk menyelamatkan fiskal dan ekonomi di Indonesia.
Dan tentunya dengan melambungnya harga BBM tersebut, lagi-lagi rakyat lah yang kena getahnya. Mulai dari kenaikan tarif angkutan umum sampai dengan kenaikan kebutuhan rumah tangga, baik sandang, pangan, dan papan.
Sementara di sisi lain para pendukung dan para politisi sibuk menjagokan idolanya. Mereka kembali mengungkit-ungkit masa lalu. Yang sudah terlanjur cinta Jokowi dan aktivis 98, misalnya mereka menyerang Prabowo. Mereka menolak jika Prabowo menjadi capres. Alasannya, Prabowo telah banyak melakukan pelanggran HAM berat di tahun 1998.
Lantas kita pun bertanya-tanya, kenapa pertanyaan itu baru dilontarkan menjelang pemilu? Bagaimana dengan pemerintahan kemarin-kemarin? Di mana pemerintahan Habibie, Gusdur, Megawati, dan pemerintahan SBY?
Bagi mereka yang pro Prabowo, mulut mereka juga tidak mau ketinggalan. Mereka menyerang balik Jokowi dan pendukungnya. Pasalnya Jokowi adalah orang munafik yang tidak sesuai dengan janji semasa dia kampanye di Jakarta. Hanya memberikan harapan palsu dan pepesan kosong.
Lalu kalau sudah seperti ini, masih perlukah kita melihat mereka saling gontok-gontokan dan saling menjatuhkan satu sama lain? Sementara jutaan rakyat Indonesia menanti penghidupan layak yang pasti.
Memang ada slogan yang mengatakan,” tidak ada kawan abadi dan musuh abadi yang ada hanya kepentingan”. Namun alangkah lebih bijaknya perlahan-lahan slogan itu kita tinggalkan. Bersama-sama membangun dan mensejahterakan rakyat Indonesia. Bukan untuk kepentingan pribadi ataupun golongan. Salam.