MAKASSAR, BKM — Balai Pelayanan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia (BP3TKI) Makassar mencatat, selama 2008 hingga 2010 ada 49 kasus yang melilit Tenaga Kerja Indonesia (TKI) asal Sulsel. Empat puluh sembilan kasus para TKI ini diantaranya meninggal dunia, disidang di luar negeri, dideportasi, klaim asuransi, gaji tak dibayar hingga ada yang minta dipulangkan.
Bahkan, pada 19 November 2010 lalu, Densus 88 Polda Sulselbar menahan sejumlah calon TKI (CTKI) yang diberangkatkan PT Megah Buana Citra Masindo Cabang Parepare yang akan berangkat ke Malaysia melalui pelabuhan Parepare. Penahanan dilakukan karena beberapa CTKI diduga tidak dilengkapi paspor.
Berdasarkan data yang diperoleh dari BP3TKI Makassar, beberapa masalah yang banyak dialami para TKI asal Sulsel yakni dideportasi dari negara tempat mereka bekerja.
Pada 2008, ada tujuh TKI asal Sulsel yang dideportasi, sedangkan pada 2009 ada 10 TKI yang juga dideportasi. Sementara pada 2010 hanya satu TKI yang dideportasi. Dua TKI yang dideportasi pada 2010 yakni atas nama Aisyah, TKI asal Kabupaten Bone. Ia dideportasi dari Arab Saudi.
Selain deportasi, ada juga beberapa TKI yang minta dipulangkan karena tidak tahan menjadi TKI. Seperti kasus yang menimpa Masri bin Lahure, TKI asal Palopo yang bekerja di Malaysia. Ia minta dipulangkan karena menderita sakit mental dan telah dipulangkan pada 2010 lalu ke kampungnya di Desa Botti, Palopo.
Demikian pula halnya dengan Riski Kumalasanti, TKI asal Wajo yang diberangkatkan oleh PT Bajri Putra Mandiri dan Hadidjah, TKI asal Makassar yang diberangkatkan PT Alfa Nusantara Perdana. Keduanya minta dipulangkan oleh keluarganya dari Arab Saudi. (baca boks)
Kepala (BP3TKI Makassar, Mohd Agus Bustami yang ditemui BKM di kantornya di Jl Pacinang Raya Makassar, Rabu (22/6) menjelaskan, banyaknya masalah yang menimpa TKI dipengaruhi berbagai faktor diantaranya pemerintah kabupaten/kota melalui Dinas Tenaga Kerja tidak serius mengurus para CTKI, tidak jalannya sistem rekrutmen TKI, kurangnya sosialisasi dan adanya beberapa pihak yang memanfaatkan momen untuk mencari keuntungan melalui upaya non prosedural.
“Kasus yang ada sejak 2008 hingga 2010 semua sudah diatasi. Dan untuk 2011 belum ada laporan yang masuk,” ujarnya.
Ia juga mengatakan, jika proses rekruitmen TKI yang dilakukan Dinas Tenaga Kerja dari awal dilakukan dengan, ia yakin mampu mengeliminir persoalan.
“Kita mesti pertanyakan apakah Dinas Tenaga Kerja kabupaten/kota sudah memberikan pelayanan yang baik atau tidak. Apakah calon TKI sudah mendapatkan pengarahan yang jelas atau belum,” sebutnya.
Ditanya mengenai penanganan TKI yang bermasalah, Agus menjelaskan, jika lembaganya sudah mengawasi secara ketat. Termasuk membekali semua TKI dengan kartu identitas yang tercatat secara online.
“Dengan kartu ini, TKI mendapatkan jaminan terhadap segala sesuatu yang menimpanya. Kartu ini juga sebagai pengganti paspor atau identitas diri,” jelasnya.
Untuk mengatasi munculnya berbagai masalah TKI, BP3TKI Makassar dalam lima tahun ini memilih pengiriman TKI bukan untuk pembantu rumah tangga atau baby sitter (TKW), tetapi fokus pada sektor formal. Mereka akan bekerja di perusahaan-perusahaan.
“Kalau penempatan TKW banyak problem dan sulit dilakukan pengawasan. Kalau sektor formal kan jelas, mulai dari kontrak kerja, jam kerja, dan produktivitas tenaga kerja,” jelasnya.
Agus mengungkapkan, pada 2011 ini, TKI banyak yang berasal dari Kabupaten Bantaeng dengan negara tujuan Malaysia.
Ditanya menyangkut pendapatan yang diperoleh negara dari TKI, Agus menjelaskan, pendapatan diperoleh dari TKI yang dikirim berasal dari pajak tenaga kerja keluar negeri, sebesar 15 $ per orang per bulan atau sekitar 130 ribu per orang perbulan.
“Untuk Sulsel, hampir 20 ribu TKI di kirim ke luar negeri setiap tahun,” jelasnya.
Menanggapi masih banyaknya TKI asal Sulsel yang bermasalah, anggota Komisi E DPRD Sulsel, Muhlis Panaungi menilai apa yang dipaparkan BP3TKI diakibatkan kurangnya koordinasi antarintansi terkait.
Politisi Partai Amanat Nasional (PAN) Sulsel mengaku tak ingin terlalu responsif atas adanya pemaparan data tentang TKI asal Sulsel yang bermasalah.
Seharusnya, kata dia, jika ada masalah sebaiknya dikoordinasikan dengan instansi terkait atau dapat dilaporkan ke pihak legislatif, agar kita dapat mencarikan solusinya.
Sumber: beritakotamakassar.com