Pemberantasan terorisme butuh dukungan semua pihak. Selain kepolisian dan TNI jajaran pemerintah hingga di tingkat daerah harus bersatu melawan terorisme. Namun selama ini upaya itu masih belum maksimal. “Sumber daya negara tidak dimaksimalkan, misal militer, tidak ada inisiatif lintas sektoral. MOU dibuat hanya ditingkat strategis, kerja sama dengan beberapa negara lain tidak jelas,” kata Deputi Penindakan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Brigjen Pol Tito Karnavian dalam disekusi di Lemhanas, Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta, Rabu (3/8/2011).
Tito menjelaskan, selama ini otonomi daerah yang sudah diterapkan di daerah-daerah pun belum menunjang upaya pemberantasan terorisme. Satu kendalanya yakni belum ada aturan untuk membantu upaya penanganan terorisme. “Idealnya penanganan terorisme tetap pada penegakan hukum, semua tindakan harus sesuai koridor diimbangi soft approach serta memanfaatkan sumber daya negara. Harus sinergi, untuk inisiatif sektoral agar tidak overlaping, serta dmengoptimalkan kerja sama internasional,” terangnya.
Yang penting juga, yakni dukungan publik untuk melawan pelaku teror. Alat negara tidak akan bisa sukses tanpa bantuan publik. “Sepanjang pemerintah mampu memenangkan simpati publik teroris tidak akan menang,” tambahnya. Menurut Tito juga, proses penangkapan teroris selama ini peran paling besar diambil melalui aktivitas intelijen, yakni 75 persen intelijen, 20 persen investigasi, dan hanya 5 persen penindakan.
“Tahun 2005 setelah ratusan orang tertangkap, mulai dipelajari motivasi, dimulai soft approach dan dimulai dengan pendekatan, deradikalisasi. Permasalahan dalam penanganan teroris yakni akar masalah tak tersentuh dan anggota jaringan yang membangun jaringan tidak bisa tersentuh, akibatnya jaringan berkembang, ideologi berkembang,” urainya. |dtc|