Mantan Menteri Hukum dan HAM Andi Mattalatta menilai tindak pidana korupsi harus masuk dalam kategori kejahatan kemanusiaan. Seorang koruptor juga sebaiknya tidak diberikan remisi selama menjalani masa tahanannya.
“Dalam konferensi PBB korupsi itu masuk dalam kategori extra ordinary crime. Untuk jumlah tertentu korupsi itu dianggap sebagai kejahatan kemanusiaan sama dengan pelanggaran HAM berat,” kata Andi Mattalatta.
Berikut petikan wawancara wartawan dengan pria kelahiran Bone, Sulawesi Selatan, 30 September 1952, pada Senin (4/7/2011):
Bagaimana pendapat Anda mengenai banyaknya koruptor yang lari ke luar negeri?
Pengalaman saya dulu, jadi ada masalah di hulu dan hilir. Di hulu adalah menyiapkan perangkat legislasi baik internal dan kerjasama luar negeri. Waktu masa saya ada undang-undang Mutual Legal Asistance (MLA). Yang kedua kerjasama internasional saya pakai, seperti konferensi pencegahan korupsi di Bali. Selain memasukan ide dan pendapat di situ, saya bisa bangun hubungan dengan negara yang punya koneksi dengan Indonesia dan saya hadir juga di forum-forum negara ASEAN.
Bagaimana seharusnya sikap pemerintah?
Dulu pernah saya lontarkan bahwa korupsi itu adalah kejahatan kemanusiaan. Dalam konferensi PBB, korupsi itu masuk dalam kategori extra ordinary crime. Untuk jumlah tertentu korupsi itu dianggap sebagai kejahatan kemanusiaan sama dengan pelanggaran HAM berat. Di hilir, ada pencegahan dan penindakan.
Pencegahan, kita punya perangkat undang-undang tentang pajak mengenai Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN), setiap tahun kita menyerahakan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) kepada kantor pajak. Di halaman terakhir tercantum jumlah harta kita, kita tinggal lihat penambahannya berapa.
Undang-undang mengatakan 3 bulan setelah menjabat harus melaporkan LHKPN, ada berapa yang menyerahkan? Yang diributkan yang melaporkan, yang tidak melaporkan tidak diributkan. Padahal banyak anggota DPR tiba-tiba jadi komisaris, tiba-tiba jadi dubes, banyak mantan menteri yang tidak melaporkan LHKPN-nya, tiba-tiba ikut pemilu, padahal lewat 3 bulan tidak melapor itu melanggar hukum.
Bagaimana seharusnya para aparat penegak hukum bersikap?
Untuk penegakannya ini sebenarnya polisi, jaksa dan pengadilan, juga Kemenkum HAM. Saya ketat dalam pemberian remisi, kalau betul-betul tidak memenuhi saya tidak kasih. Seharusnya penjara juga tidak bisa memberi remisi. Sebaiknya hakim memperhitungkan orang punya hak memperoleh remisi. Kalau dianggap korupsi berat, tidak boleh memperoleh remisi dan hak lainnya.
Saat Anda menjadi Menkum HAM, siapa saja koruptor yang lari ke luar negeri?
Masih ingat David Nusa Wijaya, terpidana kasus korupsi dana BLBI senilai Rp 1,3 triliun? Tiba-tiba dia ada di Singapura, semua ribut. Kejakasan menyalahkan kenapa tidak cekal, karena belum ada permintaan, saya ketemu Jaksa Agung saya jelaskan, saya kirim orang ke Singapura nggak ketemu. Lalu kirim ke Hongkong dan ketahuan alamatnya, dengan pendekatan, David datang ke kantor perwakilan di Hongkong dan kita pulang. Jadi kita tidak beri kesempatan dia bernafas, agar dia tidak sempat menyusun strategi.
Jadi kita harus menguatkan jalur diplomatik?
Ya itu ditempuh jalur diplomatik, manfaatkan forum-forum internasional untuk menjalin hubungan baik. Putusan di MA jangan bocor, rencana penyidikan KPK jangan bocor, kalau ada indikasi tersangka segera hubungi imigrasi untuk dicekal.
Jadi wacana korupsi sebagai kejahatan kemanusian itu harus dideklarasikan?
Korupsi ini bukan kejahatan biasa, korupsi adalah extra ordinary crime, jadi harus di-declare sebagai kejahatan kemanusian. Mendeklarasikan korupsi sebagai kejahatan kemanusiaan, sehingga negara lain merasa ikut membantu memberantas kejahatan kemanusiaan. |dtc|