Kasus pemerkosaan 5 bocah perempuan yang dilakukan oleh tetangganya sendiri menjadi pelajaran penting bagi semua kalangan. Apalagi perlakuan tidak senonoh ini dilakukan di sekitar rumahnya sendiri. Warga pantas waspada terhadap segala sesuatu yang terjadi di lingkungan tempat tinggalnya.
“Ini kan kasusnya tetangga sendiri yang berbuat. Di lingkungannya harus waspada, harus bertindak cepat, mencurigai kalau tetangganya ada sesuatu yang tidak benar,” kata kriminolog dari UI, Purnianti kepada wartawan, Rabu (13/7/2011).
Sebagai masyarakat yang saling bertetangga satu sama lain, seharusnya sudah bisa curiga jika memang ada suatu peristiwa di lingkungan yang lain dari biasanya.
“Kita kan nggak bisa apa-apa, harus semua dengan polisi. Tetangga harus peka juga dan waspada,” jelasnya.
Menurut Purnianti, kasus pemerkosaan kepada anak di bawah umur tidak hanya terjadi pada kondisi ekonomi rendah. Kebetulan saja beberapa kasus yang mencuat ke permukaan terjadi pada kondisi ekonomi rendah.
“Itu multicompleks. Kalau anak-anak itu kan lebih bisa dikuasai daripada dewasa. Ini tidak hanya terjadi pada ekonomi rendah,” jelasnya.
Kepada para orangtua yang anaknya mengalami kasus pemerkosaan, diharapkan juga tidak gentar melawan para pelaku. Orangtua bisa mencegah tindak kejahatan kepada anaknya dengan terus memberikan pengertian kepada anak, mengenai bagaimana cara menghindari orang-orang asing yang hendak berbuat jahat.
“Jadi nggak harus mencegah datang ke sekolah. Kasih tahu yang boleh meraba tubuhnya cuma ibu dan dokter. Teriak kalau ada apa-apa di sekolah. Kalau dikasih sesuatu sama orang asing jangan diterima,” jelasnya.
Menurut Purnianti, Pemprov DKI Jakarta sebenarnya sudah punya layanan resmi kesehatan anak. Layanan ini terkait dengan konseling dan terapi terhadap anak korban kekerasan.
“Ini sudah ada sejak setahun kalau nggak salah. Kerjasama dengan Dinas Kesehatan. Mereka punya program layanan terhadap anak korban kekerasan. Ini kan korban kekerasan juga (5 bocah),” ungkapnya.
Purnianti mengatakan, pemerkosa anak di bawah umur harus dikenakan UU Perlindungan Anak dengan ancaman 12 tahun penjara. Hukuman ini sudah sepadan dengan perbuatan pelaku. Hukuman ini jauh lebih berat dari KUHP.
“Jadi orang mikir-mikir kalau mau berbuat seperti itu. Ini sudah sepadan karena ancamannya tidak seperti yang di KUHP,” imbuhnya.
Setelah pelaku di penjara, lanjut Purnianti, sebaiknya dilakukan juga bimbingan dan pembinaan. Bimbingan pada pelaku tidak hanya secara fisik tapi juga moral si pelaku.
“Bisa didatangkan tokoh agama secara rutin, diberi ceramah agar ia tidak hanya menyadari perbuatannya tapi juga bertobat. Lalu diajarkan berbagai keterampilan lain,” kata Purnianti menuntup pembicaraan. |dtc|