Ibu hamil yang mengalami stress ringan sampai sedang ternyata berdampak positif terhadap janin sampai anak berusia 2 tahun. Hasil penelitian terbaru.
Berbeda dengan keyakinan yang selama ini beredar di masyarakat, tekanan psikologis ringan sampai sedang pada ibu hamil ternyata dapat meningkatkan pendewasaan janin. Ini berdasarkan penelitan yang dilakukan para ilmuwan dari Universitas Johns Hopkins dan the National Institute of Child Health and Human Development, AS. Temuan ini bertentangan dengan binatang coba, yang melaporkan bahwa stress selama kehamilan dapat menganggu perkembangan normal janin.
Penelitian ini melakukan penyelidikan pada wanita hamil dan melakukan folloe-up pada anak-anak yang mereka lahirkan sampai berusia 2 tahun. Penelitian ini dipublikasikan dalam jurnal Child Development edisi Mei/Juni 2006.
“Kami menemukan bahwa kegelisahan ringan dan stress harian selama kehamilan, berhubungan dengan perkembangan anak yang lebih cepat. Temuan ini tetap sama, bahkan setelah memperhiotungkan level stres dan kegelisahan yang dialami wanita hamil dalam enam minggu dan dua tahun setelah melahirkan. Stres pada ibu hamil sebelum melahirkan, juga tidak mempengaruhi temperamen anak, kemampuan perhatian atau kemampuan untuk mengendalikan perilaku dan tidak menyebabkan hiperaktivitas,” ujar Janet A. DiPietro, PhD, salah seorang peneliti dan profesor di Johns Hopkins Bloomberg School of Public Health’s Department of Population dan Family Health Sciences.
Para peneliti mengamati 137 wanita dari enam bulan sebelum melahirkan sampai anaknya berusia dua tahun. Para wanita tersebut mengalami kecemasan, stres pada masa kehamilan dan gejala-gejala depresif selama enam bulan sebelum melahirkan. Sebanyak 94 anak dinilai perkembangan mental dan motoriknya, serta kemampuan mereka untuk mengendalikan perilaku dan mengatur emosi sampai anak berusia 24 bulan.
”Temuan kami seharusnya dapat melegakkan wanita yang mengalami kecemasan normal dan stres, yang sering terjadi pada kehidupan modern. Pada intinya wanita dapat mengkuathirkan bahwa keadaan emosional mereka dapat mebahayakan bayi yang dikandung. Tentunya, kami tidak menyarankan para wanita mencari-cari stres, karena ibu yang mengalami kelelahan bukanlah persiapan yang baik untuk menghadapi persalinan,” ujar DiPietro.
Berkenaan dengan perbedaan dalam temuan mereka ketika dibandingkan dengan penelitian pada hewan sebelumnya, para peneliti Hopkin memperhatikan bahwa waktu dan kegawatan kondisi stres sebelum kelahiran, serta lingkungan terkontrol pada penelitian dengan hewan coba, sangat berbeda dengan kehidupan ibu hamil.
Meski begitu, peneliti memperingatkan bahwa oleh karena partisipan dalam penelitian sebagian besar memiliki latar belakang pendidikan yang baik, wanita dengan kondisi finansial yang stabil yang secara klinis tidak terdiagnosa memiliki masalah psikologis, hasil penelitian ini mungkin tidak berlaku pada wanita kelas bawah atau wanita yang memiliki gangguan kesehatan mental. Penelitian lebih jauh dibutuhkan, untuk menegakkan apakah temuan ini adalah hasil dari perubahan biologis pada kehamilan sebagai hasil stres. Atau, apakah wanita yang mengalami kegelisahan atau stres berlebihan lebih besar kemungkinannya akan membesarkan anaknya dalam suatu kondisi yang mendorong perkembangan anak. (Ethical Digest, No.29, Th IV, Juli 2006, hal 63)