DPR menunda jadwal penyelesaian RUU Intelijen yang tadinya ditargetkan kelar Juli 2011. Karena masih banyak bias persepsi di masyarakat, Komisi I masih akan membahasnya dengan beberapa pemangku kepentingan.
“Kemarin, Komisi I DPR rapat membahas agenda RUU Intelijen. Time table harus kami open sehingga tidak harus ditargetkan bulan Juli. Karena kami tidak mau stake holder yang terkait terjadi bias persepsi, yang menghasilkan perdebatan,” ujar Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq.
Hal itu disampaikan Mahfudz dalam diskusi publik ‘Mengapa UU Intelijen Diperlukan?’ di Wisma Antara, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Rabu (11/5/2011).
Mahfudz menambahkan bahwa ada kondisi yang muncul akhir-akhir ini di masyarakat mengenai teror bom dan Negara Islam Indonesia (NII), yang kemudian menggiring persepsi kejadian tersebut akibat lemahnya intelijen.
“Kalau hanya dilatarbelakangi oleh kasus teror yang belum tuntas atau ancaman-ancaman lain yang muncul, saya khawatir ada bias persepsi terminologi intelijen,” jelasnya.
Kebutuhan intelijen, imbuhnya, tidak hanya terkait kasus teror tapi menyangkut keamanan negara. RUU Intelijen dibuat untuk pelembagaan intel, agar kokoh dan profesional.
“Kita ingin menginstitusionalisasi intel. Jadi intel sebagai institusi yang betul-betul kokoh dan profesional walaupun cara kerjanya beda dengan lembaga-lembaga lain,” tuturnya.
Memang, ada sejumlah pengaturan yang diakuinya kontroversial dan DPR ingin memastikan kepentingan di luar intelijen disingkirkan dalam UU ini.
“Intel bisa berkoordinasi dengan polisi jika membutuhkan interogasi. Tapi tidak bisa dilakukan secara mandiri oleh intel. UU Intelijen ini bukan jawaban final untuk menyelesaikan masalah terorisme. Tapi payung hukum bahwa intelijen kita kuat dan profesional menjawab tantangan yang ada,” tegas politisi dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini. |dtc|