Bank Indonesia (BI) siap melakukan judicial review terhadap Rancangan Undang-Undang Mata Uang (RUU Mata Uang) ketika disahkan oleh DPR menjadi Undang-Undang. Bank sentral menilai banyak terdapat masalah dalam UU tersebut.
Kita akan lakukan judicial review kalaupun bukan pasti masyarakat yang lakukan judicial review, ujar Deputi Gubernur Bank Indonesia, S Budi Rochadi di Gedung Bank Indonesia, Jalan MH Thamrin, Jakarta, Selasa (5/4/2011).
Dijelaskan Budi, dalam RUU Mata Uang terdapat beberapa masalah yang dinilai krusial dalam pasal-pasal didalamnya. Menurutnya, tidak fair ketika BI hanya dijadikan obyek padahal bank sentral disini sebagai otoritas moneter.
Ini tidak fair, dari sudut ketatanegaraan. BI sebagai obyek kata mereka (DPR) orang kita itu otoritas kok jadi obyek. Kita kan harusnya diajak ngomong, sharing tapi ini tidak, tegasnya.
Poin yang bisa dijadikan langkah melakukan judicial review yakni dalam konsep penulisan Negara Kesatuan Republik Indonesia menggantikan Bank Indonesia dalam mata uang rupiah.
Misalnya uang ditulis NKRI. Ini yang tanggung jawab keluarkan uang siapa? Tidak jelas kan?, katanya.
Uang itu kan utang, kita percaya kan kita punya barang kemudian ditukar dengan uang selembar kertas kita percaya ada yang jamin itu. Sekarang diganti NKRI kan jadinya tidak jelas, imbuh Budi.
Dikatakan Budi, dibanyak negara-negara yang mengeluarkan uang itu bank sentral. Kenapa? Budi mengatakan karena bank sentral diakui sebagai otoritas yang mengeluarkan uang bukan pemerintah. Di BI itu, sambungnya uang itu tercatat di neraca BI sebagai utang. Kalau ini siapa yang tanggung jawab neraca mana?, kata Budi.
Sama halnya pada masalah tanda tangan dimana pemerintah ikut nimbrung. Tanda tangan, lanjut Budi? mengacu kepada utang tadi siapa yang bertanggung jawab.
Susah ini kan, dimana-mana ya begitu. Misalkan saja di Brunai yang tanda tangan itu Sultan Brunai karena ini utangnya sultan yang mengoperasikan sultan karena tidak ada bank sentral disana, katanya.
Di Inggris, Budi mengungkapkan yang menandatangani itu Direktur Peredaran uang di bank sentral Inggris.
Nanti kalau pemerintah ikut, maka di neraca pemerintah harus ada itu utang. Di neraca BI ada itu utangnya bank sentral. Kalau pemerintah mana? Bertanggung jawab neraca mana?, jelas Budi.
Lebih jauh Budi mengatakan, bank sentral fungsinya itu untuk sirkulasi pada dasarnya. Pencetakan, peredaran hingga pemusnahan dilakukan BI. Ketika pemusnahan pemerintah ikut, BI mengatakan koordinasi akan rumit dilakukan.
Kan itu berjalan dengan sendirinya. Masak pemusnahan uang itu harus koordinasi dengan pemerintah? Nanti bagaimana kalau pemerintah tidak mau? Ya berhenti perekonomian, ini adalah kebijakan moneter bukan pemerintah, tandas Budi. |debuh.com|