Branding operator XL Axiata yang berdiri di sejumlah titik objek wisata di Kelurahan Lakkang, Kecamatan Tallo, Kota Makassar, dikhawatirkan akan mengancam pembentukan kawasan wisata konservasi alam Lakkang sebagai Desa Wisata di tingkat nasional. Kalangan pelaku industri pariwisata di Sulawesi Selatan menyayangkan reklame operator XL Axiata yang menguasai areal kawasan wisata seluas satu hektar itu. Keberadaan reklame dinilai merusak tata ruang kawasan objek yang menarik di desa tersebut.
Ketua Asosiasi Biro Perjalanan Wisata (Asita) Sulsel, Irham Ilyas, Sabtu (19/2), menegaskan, kegiatan promosi berlebihan yang dilakukan perusahaan operator seluler itu justru merusak kawasan wisata yang menjadi andalan Kota Makassar.
“Iklan yang dipasang XL di rumah-rumah warga bukan malah mempercantik destinasi Lakkang. Promosi produk itu justru merusak pandangan objek ini dan sangat mempengaruhi industri kami menjual kawasan wisata hutan mangrove tersebut,” kata Irham.
Wisatawan asing yang berkunjung di kawasan itu, kata dia, sudah banyak yang mengeluhkan branding produk di beberapa titik yang dianggap sangat mengganggu nilai keaslian dan keindahan objek wisata.
“Tamu Jepang yang saya bawa ke kawasan itu enggan mengambil gambar. Mereka sempat komplain, karena objek menarik di kawasan itu dipenuhi dengan gambar-gambar produk iklan,” keluh dia.
Meskipun pihak operator telah memberikan bantuan CSR (Community Social Responbility) ke masyarakat setempat cukup besar, namun Asita berkesimpulan, pihak operator tidak seharusnya mengeksploitasi kawasan wisata itu sebagai propaganda promosi produk mereka.
Dia khawatir, upaya masyarakat setempat yang selama ini bersusah payah menarik perhatian kalangan media melalui gerakan partisipatif sadar wisata akan menimbulkan gejolak negatif di tengah masyarakat. “Ini yang perlu di antisipasi. Jangan sampai masyarakat setempat merasa habitat mereka terganggu. Ini berbahaya karena bisa saja berbagai kepentingan perlahan-lahan akan masuk dan memicu kekhawatiran warga ke arah yang negatif,” kata dia.
Hal senada disampaikan Direktur Eksekutif Lingkar Penulis Pariwisata (LPP), Hendra Nick A,yang menilai upaya masyarakat setempat dan beberapa stakeholder lainnya yang meminta pemerintah menjadikan kawasan itu sebagai Desa Wisata (Dewi) percontohan di Kawasan Timur Indonesia terancam gagal.
“Ini yang perlu menjadi perhatian pemerintah daerah. Tidak membiarkan investor atau perusahaan swasta memanfaatkan kawasan itu sebagai ajang komersialisasi. Masyarakat setempat butuh dukungan, bukan uang yang dihamburkan untuk bisa mendapatkan keuntungan yang lebih besar. Bukan begitu caranya,” kata dia.
Sumber: beritakotamakassar.com