Pembuatan briket arang sagu sebagai bahan bakar alternatif bisa dikembangkan menjadi industri rumah tangga bagi masyarakat di Papua.
Menurut Dosen Fakultas Teknik Universitas Negeri Cenderawasih (Uncen), Agustinus, di Jayapura, Kamis (9/12/2010) keuntungan yang dapat diperoleh dari pengolahan limbah sagu menjadi briket arang sebagai pengganti bahan bakar minyak sangat besar.
“Selama ini masyarakat belum memanfaatkan ampas sagu yang dihasilkan ketika mengolah sagu menjadi bahan pangan. Limbah sagu ini dibuang begitu saja sehingga mencemari lingkungan,” ujarnya.
Pembuatan briket arang dari ampas sagu dapat dilakukan dengan menggunakan alat dongkrak hidrolik yang harganya cukup terjangkau.
“Cara pembuatannya juga cukup mudah sehingga bisa diterapkan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga sehari-hari dan dikembangkan dalam industri skala rumah tangga,” katanya.
Agustinus yang juga Pembantu Dekan Dua Teknik Uncen menjelaskan, untuk mendapatkan briket arang sebagai bahan bakar, ampas sagu dikeringkan dan dibakar hingga menjadi serbuk arang ampas sagu.
Setelah itu, material tersebut dicampur dengan tapioka untuk meningkatkan daya ikat agar tidak retak atau hancur pada saat proses pencetakan.
Pencetakan briket dilakukan dengan menggunakan dongkrak hidrolik hingga mencapai standar kerapatan tertentu. Setelah itu, briket arang sagu dikeringkan di bawah sinar matahari dan siap digunakan sebagai bahan bakar.
Selain dapat dibuat menjadi briket arang, ampas sagu dapat pula diolah menjadi papan semen untuk bangunan setelah terlebih dahulu dicampurkan dengan semen.
Berdasarkan data penelitian dan pengembangan pertanian, luas hutan sagu di Indonesia mencapai 1.250.000 hektar dimana Papua memiliki 96 persen potensi sagu nasional.
Hutan sagu di Papua mencapai 1.200.000 hektare dengan luas lahan budidaya sagu 14.000 hektar.
Sumber: kompas.com