Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) mengatakan akan segera membuat peraturan terkait konten sesuai perkembangan kebutuhan pengguna saat ini. Aturan konten tersebut, akan menekankan pada hubungan pelaku usaha dengan operator, kualitas layanan konten dan prosedur jual beli konten. “Nantinya lebih menegaskan lagi tentang prosedur transaksi konten. Apapun namanya nanti, kami sempurnakan lagi,” ujar Anggota BRTI, Nonot Harsono saat dihubungi wartawan, Kamis 22 Maret 2012.
Nonot mengatakan peraturan nantinya akan memproteksi dan mengawasi agar pelaku usaha berjalan dengan sehat. Konsumen pun diharapkan mendapatkan janji seusai dengan apa yang ditawarkan oleh penyedia konten. “Yang ditekankan kan ini masalah akadnya,” ujarnya. “Prakteknya aturan yang kemarin masih banyak aturan yang teknis yang implisit. Misalnya soal kelayakan konten, sengketa masalah shortcut, belum tercakup,” tambahnya.
Ia mengatakn aturan soal konten merupakan sebuah konsekuensi dengan perkembangan bisnis teknologi informasi dan komunikasi yang saat ini mengarah pada tren penjualan konten. “Kami juga harus mengikuti perkembangan,” kata Nonot.
Semua pihak, termasuk BRTI, katanya belajar dari kasus moratorium SMS premium yang diberlakukan pada Oktober tahun lalu. “Pelajaran yang kemarin kami masukkan dalam regulasi nanti,” imbuhnya. Nonot mengatakan aturan konten akan secepat mungkin diwujudkan. Namun, itu terlebih dahulu melakukan pertemuan dengan semua pihak. Di antaranya pelaku usaha konten, asosiasi perlindungan konsumen seperti IMOKA, Mastel dan Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen Indonesia.
“Pekan depan kami bertemu, sampaikan draf dari BRTI, dan mungkin 1 sampai 2 bulan kami harapkan sudah ada draf final,” katanya. Sebelumnya, industri konten mengeluhkan Moratorium SMS Premium yang menyebabkan mereka kehilangan pemasukan. Industri konten pun akan beralih ke konten data, seperti aplikasi di smartphone berbasis Android.
Namun, pelaku industri konten ini meminta BRTI memperhatikan regulasi konten berbasis data. “Yang penting aturan yang jelas, mana yang boleh, mana yang tidak,” ucap Augustinus Haryawirasma, Ketua Indonesian Mobile and Online Content Provider Association (IMOCA). “Kemarin kan baru berbasis SMS, belum ke mobile data,” ujarnya. |viva|