Pemerintah pada dasarnya dibentuk untuk melayani masyarakat, terutama untuk memenuhi kebutuhan dasarnya (basic need). Secara umum kebutuhan dasar masyarakat meliputi pendidikan, kesehatan, daya beli serta fasilitas umum. Dalam perkembangan selanjutnya, setelah terjadinya banyak gangguan keamanan di berbagai tempat, timbul wacana agar keamanan juga dimasukkan ke dalam kategori kebutuhan dasar masyarakat.
Setiap anggota masyarakat membutuhkan rasa aman keamanan secara umum dapat didefinisikan sebagai suatu situasi dan kondisi fisik yang teratur, tertib sesuai norma–norma yang berlaku, keamanan berkaitan erat dengan ketertiban. Ketertiban adalah keadaan yang sesuai dengan hukum, norma-norma serta kesepakatan bersama. Ketertiban lebih dekat dengan upaya penegakan hukum dan pemenuhan norma-norma.
Di luar istilah keamanan dan ketertiban, terdapat pula istilah ketrentraman dan ketertiban. Ketentraman secara umum dapat didefinisikan sebagai suasana batin dari individu dan atau masyarakat karena terpenuhinya kebutuhan dan keinginan sesuai norma-norma.
Diberlakukannya ketetapan MPR RI Nomor VI/MPR-RI/2000 dan ketetapan MPR RI Nomor VII/MPR-RI/2000 telah terjadi pembagian fungsi secara jelas dalam fungsi keamanan dan ketertiban masyarakat yaitu sebagai berikut:
- Tugas pokok TNI adalah dalam bidang pertahanan dan dalam pelaksanaan tugasnya dapat memberikan tugas bantuan kepada POLRI dalam menjalankan tugas keamanan
- Tugas pokok POLRI adalah dalam bidang keamanan dan ketertiban (KAMTIB) .
Adapun pembagian peran antar TNI, POLRI dan Pemerintah Daerah dalam bidang ketentraman dan ketertiban yaitu:
1. Peran TNI.
a. Alat negara yang berperan sebagai alat pertahanan NKRI
b. Menjalankan tugas bantuan :
– Penyelenggaraan kegiatan kemanusiaan (civil mission)
– Bantuan kepada polri dalam rangka tugas keamanan atas pemerintah.
2. Peran POLRI.
a. Alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakan hukum, memberikan pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.
b. POLRI menjalankan tugas bantuan :
– Dalam keadaan daruraat kepada TNI
– Penanggulangan kejahatan internasional
– Pemeliharaan perdamaian dunia dibawaj bendera PBB.
3. Peran Pemerintah Desa.
Dimanifestasikan melalui kewajiban kepala Daerah pasal 27 ayat (1) undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, menyatakan ; ‘’Dalam menlaksanakan tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud dalam pasal 25 dan pasal 26, kepala daerah dan wakil kepala daerah mempunyai kewajiban :
a. Memegang trguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 serta mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
b. Meningkatkan kesejahteraan rakyat
c. Memelihara ketentraman dan ketertiban masyarakat.
Bidang pertahanan dan keamanan serta bidang keamanan dan ketertiban dilaksanakn dengan menggunakan pendekatan keamanan (security approach), sedangkan bidang pembinaan ketentraman dan ketertiban yang menggunakan pendekatan kesejahteraan (prosperity approach) tetap dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah daerah.
Mengingat bahwa ketentraman dan ketertiban merupakan alah satu kebutuhan dasar individu dan atau masyarakat, sudah selayaknya apabila ada partisipasi aktif dari masyarakat, sehingga partisipasi dari masyarakat tersebut dapat tersalur secara tepat perlu dibangun suatu mekanisme.
Pada masa UU Nomor 5 tahun 1974 maupun UU sebelumnya, pembinaan ketentraman dan ketertiban menjadi tanggung jawab pemerintah pusat yang pelaksanaannya didelegasikan kepada kepala wilayah (gubernur, bupati,walikotamadya, walikota, camat) dalam rangka dekonsentrasi. Pada masa UU Nomor 32 tahun 2004, pembinaan ketentraman dan ketertiban tidak hanya didelegasikan kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat, tetapi justru menjadi kewajiban kepala daerah (propinsi, kabupaten/kota). Dalam hal ketertiban umum, pemerintah daerah mempunyai kewajiban menegakan peraturan daerah melalui perangkat daerahnya. Apabila dipandang perlu, Polri akan membantu pemerintah daerah. Sedangkan Polri menegakan semua peraturan perundang-undangan baik yang dibuat oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
Apabila diperlukan, perangkat pemerintah daerah yang bertugas di bidang pembinaan ketentraman dan ketertiban dapat diminta membantu pihak Polri. Partisipasi masyarakat memerlukan prasyarat yakni adanya kesukarelaan, adanya keterlibatan emosional serta adanya manfaat baik langsung maupun tidak langsung dari keterlibatannya. Partisipasi masyarakat akan muncul apabila mereka mengetahui, memahami serta memahami mengenai hal-hal yang akan dijalankannya. Oleh karena itu diperlukan langkah-langkah sebagai berikut :
- Memberi penjelaan kepada masyarakat mengenai kegiatan yang akan dilaksanakan
- Memberi kesempatan kepada masyarakat untuk memberikan masukan, baik pada tahap penyusunan kebijakan, tahap implementasi maupun tahap evaluasinya.
- Membahas bersama mengenai pelaksanaan kegiatan, baik keberhasilan maupun kegagalannya secara terbuka.
Dalam rangka menstimulasi masyarakat agar mau berpartisipasi dalam bidang ketentraman dan ketertiban, diperlukan adanya rasa saling percaya (trust) antara pemerintah dengan masyarakatserta antar masyarakat. Tanpa adanya saling percaya, justru akan timbul rasa saling curiga, sehingga akan mudah dihasut. Pada sisi lain juga diperlukan peran, pembagian peran serta tanggung jawab disertai dengan hubungan yang jelas diantara para entitas (masyarakat, pemerintah pusat, pemerintah daerah serta pemerintah desa).
Pembagian peran masing- masing entitas dalam kegiatan ketentraman dan ketertiban dapat disederhanakan sebagai berikut :
1. Pemerintah pusat.
a. Membuat kebijakan secara makro berkaitan dengan penciptaan situasi dan kondisi bagi terselenggaranya ketentraman dan ketertiban .
b. Menyediakan anggaran guna mendukung pelaksanaan pembinaan ketentraman dan ketertiban
c. Menciptakan mekanisme hubungan kerja antar entitas secara makro.
d. Menegakan atuan yang belaku secara nasional.
e. Melaksanakan pembinaan ketentraman dan ketertiban berskala makro.
2. Pemerintah daerah (propinsi, kabupaten/kota)
a. Membuat kebijakan secara regional dan lokal berkaitan dengan penciptaan situasi dan kondisi untuk terselenggaranya ketentraman dan ketertiban.
b. Menyediakan anggaran guna mendukung pelaksanaan pembinaan ketentraman dan ketertiban .
c. Menciptakan dan melaksanakan hubungan kerja dengan entitas yang lebih besar maupun entitas yang lebih kecil.
d. Menegakan aturan yang berlaku secara nasional, regional serta lokal dalam bidang pembinaan ketentraman dan ketertiban
e. Melaksanakan pembinaan ketentraman dan ketertiban berskala regional dan lokal guna menunjang dan memberi konstribusi bagi pembinaan ketentraman dan ketertiban berskala nasional.
3. Pemerintah Desa.
a. Membuat kesepakatan secara lokal dengan masyarakat setempat mengenai penciptaan situasi dan kondisi untuk terselenggaranya ketentraman dan ketertiban.
b. Melaksanakan berbagai kebijakan mengenai ketentraman dan ketertiban baik secara nasional, regional maupun lokal.
c. Mendorong partisipasi masyarakat dalam bidang ketentraman dan ketertiban.
4. Masyarakat.
a. Berpartisipasi secara aktif dalam berbagai dimensi mengenai pemeliharaan ketentraman dan ketertiban sesuai bidangnya masing-masing.
b. Menikmati hasil pembinaan ketentraman dan ketertiban .
Diterbitkannya surat keputusan bersama tiga menteri pada dasarnya dilatar belakangi oleh adanya upaya persuasif yang dilakukan pemerintah terhadap keberadaan jamaat Ahmadiyyah, dan jemaat Ahmadiyah pada tanggal 14 Januari 2008 menyampaikan 12 (dua belas ) butir penjelasan terkait aliran Ahmadiyyah. Berdasarkan hasil pemantauan tim koordinasi pengawasan aliran kepercayaan masyarakat (PAKEM) menyimpulkan bahwa meskipun terdapat beberapa butir yang telah dilaksanakan, namun masih terdapat beberapa butir yang belum dilaksanakan oleh penganut, anggota dan atau anggota pengurus jemaat Ahmadiyyah indonesia(JAI) sehingga dapat mengganggu ketentraman dan ketertiban kehidupan masyarakat.
Oleh karena itu, pemerintah dalam hal ini menteri agama, kejaksaan agung dan menteri dalam negeri menetapkan keputusan bersama tentang peringatan dan perintah kepada penganut, anggota dan atau anggota pengurus jemaat ahmadiyyah Indonesia dan warga masyarakarat.
Adapun beberapa putusan SKB tiga menteri dimaksud, sebagai berikut :
- Memberi peringatan dan memerintahkan kepada warga masyarakat untuk tidak menceritakan, menganjurkan atau mengusahakan dukungan umum melakukan penafsiran tentang suatu agama yang dianut di Indonesia atau melakukan kegiatan keagamaan dari agama itu yang menyimpang dari pokok pokok ajaran agama itu.
- Memberi peringatan dan memerintahkan kepada penganut, anggota dan atau anggota pengurus jemaat ahmadiyyah indonesia (JAI), sepanjang mengaku beragama Islam, untuk menghentikan penyebaran penafsiran yang menyimpang dari pokok-pokok ajaran agama Islam yaitu penyebaran faham yang mengakui adanya nabi dengan segala ajarannya setelah Nabi Muhammad SAW.
- Penganut, anggota dan atau anggota pengurus jemaat Ahmadiyyah Indonesia (JAI) yang tidak mengindahkan peringatan dan perintah sebagai mana dimaksud pada dictum kesatu dan dictum kedua dapat dikenai sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang undangan termasuk organisasi dan badan hukum lainnya.
- Memberi peringatan dan memerintahkan kepada warga masyarakat untuk menjaga dan memelihara kerukunan umat beragama serta ketentraman dan ketertiban kehidupan bermasyarakat dengan tidak melakukan perbuatan dan atau tindakan melawan hukum terhadap penganut, anggota dan atau anggota pengurus jemaat ahmadiyah Indonesia (JAI)
- Warga masyarakat yang tidak mengindahkan peringatan dan perintah sebagaimana dimaksud pada diktum kesatu dan diktum keempat dapat dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan.
- Memerintahkan kepada aparat pemerintah dan pemerintah daerah untuk melakukan langkah-langkah pembinaan dalam rangka pengamanan dan pengawasan pelaksanaan keputusan ini.
Dalam implementasinya, ternyata SKB tiga menteri dimaksud belum dapat menciptakan ketentraman dan ketertiban secara maksimal di masyarakat. Hal ini ditandai dengan adanya peristiwa anarkis yang dilakukan oleh masyarakat tertentu. Kurang optimalnya implementasi SKB 3 menteri dimaksud disebabkan oleh beberapa faktor di antaranya kurangnya sosialisasi terhadap penanganan jemaat ahmadiyah, adanya provokator dari kelompok tertentu yang ingin mencitrakan kondisi ketertindasan pada suatu kelompok, adanya beragam penafsiran terhadap diktum SKB.
Oleh karena itu Bapak Gubernur jawabarat menerbitkan Peraturan Gubernur Nomor 121 tahun 2011 tentang larangan kegiatan jamaat Ahmadiyah di Jawa Barat yang merupakan penjabaran SKB 3 menteri.
Dalam peraturan gubernur tersebut mengatur beberapa hal sebagai berikut :
- Maksud dan tujuan diterbitkannya peraturan Gubernur
- Larangan bagi aktivitas jemaat ahmadiyah dan warga masyarakat dalam menyikapi kegiatan jemaat ahmadiyah
- Sosialisasi
- Kelembagaan penanganan jemaat ahmadiyah
- Pelaporan pelanggaran
- Pemantauan aktifitas jemaat ahmadiyah
- Pembinaan dan pengawasan jemaat ahmadiyah
- Sanksi
- Penanganan di kabupaten/kota
- Pembiayaan
- Ketentuan penutup.
Sosialisasi Pergub No.12 Tahun 2011 dan SKB 3 Menteri – Peran Pemerintah Daerah dalam Pembinaan Ketenteraman dan Ketertiban Umum, Oleh Bupati Majalengka H.Sutrisno, SE, M.Si. Source: (suaramajalengka.blogspot.com)