Dana Otonomi Khusus (Otsus) Papua untuk pendidikan senilai Rp 1,85 trilliun yang didepositokan dinilai rawan penyimpangan dan korupsi. KPK diminta untuk menyelidiki temuan BPK ini.
“KPK harus masuk mau tidak mau. Ini kan sangat rawan sekali. Patut diduga ada piahk-pihak yang mengambil untung dari deposito tersebut, nilainya kan sangat besar,” ujar Koordinator Divisi Monitoring dan Pelayanan Publik ICW Febri Hendri saat dihubungi, Minggu (17/4/2011) malam.
Hendri menjelaskan, anggaran pendidikan terutama Otonomi Khusus seharusnya dialirkan langsung ke pos anggaran. Dengan modus melalui deposito, uang sebanyak itu sangat kuat disalahgunakan sejumlah pihak.
“Tentunya pihak yang bertanggungjawab dalam hal ini kausa pengguna anggaran,” imbuhnya. Karena itu, lanjut Hendri, KPK harus pro aktif merespon hal tersebut. “KPK jangan kalah sama kejagung lah. Payah KPK ini, korupsi di bidang pendidikan ini kan sudah banyak laporannya. Tapi belum juga ada yang diusut. KPK harus lebih pro aktif untuk menyelidiki,” tandasnya.
Sebelumnya BPK menemukan dugaan penyimpangan dalam penggunaan dana otonomi khusus (Otsus Papua). Tak tanggung-tanggung dana triliunan yang seharusnya disalurkan untuk pendidikan malah disimpan di bank.
“Rp 1,85 triliun dana Otsus periode 2008-2010, didepositokan. Dana tersebut harusnya digunakan untuk program pendidikan dan kesehatan rakyat Papua,” kata anggota BPK Rizal Djalil di Jakarta, Minggu (17/4)
Rizal merinci dana Rp 1,25 triliun disimpan pada Bank Mandiri dengan nomor seri AA 379012 Per 20 November 2008, Rp 250 miliar pada Bank Mandiri dengan nomor seri AA 379304 per 20 Mei 2009 dan Rp 350 miliar pada Bank Papua dengan nomor seri A09610 per 4 Januari 2010.
“Penempatan dana Otsus dalam bentuk deposito bertentangan dengan pasal 73 ayat 1 dan 2 Permendagri 13 tahun 2006,” urai Rizal.
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melakukan audit investigatif terkait dana otonomi khusus (otsus) di Papua dan Papua Barat. BPK menemukan sejumlah penyimpangan dalam penggunaan anggaran selama kurun waktu 2002-2010. Pemerintah pusat diketahui sudah mengucurkan dana mencapai Rp 28 triliun.
Berikut temuan penyimpangan penggunaan dana Otsus Papua yang ditemukan BPK:
- Rp 566 miliar pengeluaran dana Otsus tidak didukung bukti yang valid. Dalam pemeriksaan tahun 2010 dan 2011, ditemukan Rp 211 miliar tidak didukung bukti termasuk realisasi belanja untuk PT TV mandiri Papua dari tahun 2006-2009 sebesar Rp 54 miliar tidak sesuai ketentuan. Dan Rp 1,1 miliar pertanggunganjawaban perjalan dinas menggunakan tiket palsu. Serta temuan sebelumnya belum sepenuhnya ditindaklanjuti Rp 354 miliar.
- Pengadaan barang dan jasa melalui dana Otsus senilai Rp 326 miliar tidak sesuai aturan. Antara lain: Pertama, Rp 5,3 miliar terjadi di Kota Jayapura tahun anggaran 2008 tidak melalui pelelangan umum. Kedua pengadaan dipecah Rp 1.077.476.613 terjadi di Kabupaten Merauke tahun 2007 dan 2008. Ketiga, pengadaan tanpa adanya kontrak Rp 10 miliar yang terjadi di Kabupaten Kaimana, Papua Barat, tahun anggaran 2009. Di samping itu terdapat temuan tahun 2002-2009 yang belum ditindaklanjuti Rp 309 miliar.
- Rp 29 miliar dana Otsus fiktif. Dalam tahun anggaran 2010 terdapat Rp 22,8 miliar dana Otsus yang dicairkan tanpa ada kegiatan atau fiktif. Rincian kegiatan fiktif tersebut: detail engineering design PLTA Sungai Urumuka tahap tiga Rp 9,6 miliar pada Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Papua. Kedua, detail engineering design PLTA Sungai Mambrano tahap dua Rp 8,7 miliar pada Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Papua. Ketiga, studi potensi energi terbarukan di 11 kabupaten Rp 3,1 miliar pada Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Papua. Keempat, fasilitas sosialisasi anggota MRP periode 2010-2015, Rp 827,7 miliar pada Badan Kesatuan Bangsa, Politik dan Perlindungan Masyarakat daerah tahun 2010. Sedangkan bagian tindak lanjut tahun sebelumnya Rp 6 miliar.
- Rp 1,85 triliun dana Otsus periode 2008-2010, didepositokan. Dengan rincian Rp 1,25 triliun pada Bank Mandiri dengan nomor seri AA 379012 per 20 November 2008. Rp 250 miliar pada Bank Mandiri dengan nomor seri AA 379304 per 20 Mei 2009 dan Rp 350 miliar pada Bank Papua dengan no seri A09610 per 4 Januari 2010. Penempatan dana Otsus dalam bentuk deposito bertentangan dengan pasal 73 ayat 1 dan 2 Permendagri 13 th 2006.
“Kegiatan fiktif tersebut akan sangat pasti menjadi persoalan hukum. Dana tersebut harusnya digunakan untuk program pendidikan dan kesehatan rakyat Papua,” tutur Rizal. |dtc|