Semangat nasionalisme berkobar di sanubari para kader dua ormas Islam terbesar Indonesia, Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah. Suasana ini terlihat dari ekspresi kebangsaan yang mereka tampilkan selama mengikuti Pelatihan untuk Pelatih (ToT) Sosialisasi Empat Pilar di Lingkungan Pengurus Organisasi Keagamaan yang digelar MPR RI di Jakarta, 2-6 Maret 2012.
SELAIN mengumandangkan jargon-jargon dan lagu kebangsaan, di antara peserta bahkan menciptakan secara khusus sebuah puisi yang menggambarkan hubungan erat NU, Muhammadiyah dan keindonesiaan. Puisi yang ditulis spontan menjelang acara penutupan ToT itu berjudul Bumi dan Matahariku untuk Indonesia.
Menurut pengarang yang juga aktifis Muhammadiyah Aisyah Ulfa, bumi tak lain merupakan metafora untuk NU, sementara Matahari metafora untuk Muhamadiyah. Puisi ini termasuk simbolisasi sastra yang menggambarkan kesatuan NU dan Muhamadiyah menghadapi segenap persoalan rumah bersama mereka yang bernama Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Di awal puisi digambarkan bahwa matahari dan bumi merupakan peristiwa yang saling mendukung. Bumi tempat berpijak dan matahari adalah sumber kehangatannya, sebuah uraian implisit tentang relasi antara NU dan Muhammadiyah yang saling melengkapi.
“Hari ini kami bersatu/ NU dan Muhammadiyah/ Jiwa kami satu/ Cinta kami satu/ Karena Indonesia. Aku Mendengar/ Gemuruh Bangsaku/ Tangis Negeriku/ Kerena/ Indonesiaku mulai terkikis/ Sebentar lagi habis,” teriak Aisyah saat membacakan dua bait penutup yang lalu disambut tepuk tangan meriah dari seratus peserta ToT.
Selama ToT berlangsung, perwakilan NU dan Muhamadiyah mampu bersosialisasi dengan kompak dan akrab. Suasana ini tampak misalnya dalam diskusi, cengkrama, atau saling tukar pikiran. “Di sini kami bersama-sama membahas Indonesia. Kami merasa satu, termasuk saat serempak menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya dan Padamu Negeri,” kata Weny salah satu peserta aktif acara ini.
Dalam menghadapi permasalahan keindonesiaan dibutuhkan kerja secara bersama-sama antara Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah. Keduanya bisa menjadi kekuatan yang berasal dari ormas besar Islam untuk mewujudkan masyarakat damai dan sejahtera. Hal ini mengemuka dalam sambutan Sekretaris PP Muhammadiyah Abdul Mukti di Hotel Park, Jakarta Timur, Senin Malam (5/3). Indonesia adalah Negara yang menyimpan banyak kemungkinan. Kondisi Indonesia yang sekarang ini kelak dapat mengalami pembubaran, kebangkrutan atau kebangkitan tergantung pada perjuangan yang sedang dilakukan.
“NU dan Muhammadiyah harus berkerja secara bersama-sama untuk mengarah pada cita-cita ideal, yakni terciptanya baldatun thayyibatun warabbun ghafur. Kalau soal makna istilah yang satu ini Muhammadiyah dan NU pasti sudah sepakat,” katanya. Mukti berpandangan NU dan Muhammadiyah bisa saling mengisi dalam banyak hal. Sebab pada dasarnya sudah ada kesadaran kolektif bahwa kebutuhan mendesak bagi bangsa ini adalah membentuk negara yang damai serta menyejahterakan segenap rakyatnya.
“NU itu simbolnya bumi dan bintang, sedangkan Muhammadiyah simbolnya matahari. Keduanya bisa saling melengkapi karena bintang ada di malam hari sementara matahari ada di siang hari,” urainya menganalogikan hubungan NU dan Muhammadiyah. Wakil Ketua MPR RI Ahmad Farhan Hamid menambahkan, Islam pasca-reformasi menunjukkan dua perkembangan. Islam moderat tumbuh luar biasa namun yang mengagetkan Islam ekstrem juga berkembang pesat. “Ini merupakan salah satu tantangan kita bersama,” lanjutnya.
Sebelumnya, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama KH Said Aqil Siroj membanggakan NU dan Muhammadiyah yang secara konsisten tetap mengawal NKRI. “Indonesia beruntung punya NU dan Muhammadiyah yang akan setia mengawal NKRI di luar motivasi politik,” tandas Kiai Said. |sumber|