Banser NU membentuk Densus 99 untuk ikut memerangi teroris. Koordinator Kontras Haris Azhar menilai organisasi-organisasi paramiliter seperti ini akan terus bermunculan jika masyarakat tidak puas dengan kinerja Densus 88 untuk memberantas terorisme.
“Jika Densus 88 tidak humanis, banyak makan korban dan tidak profesional, organisasi masyarakat semacam Densus 99 ingin mengisi kekosongan itu,” ujar Azhar saat dihubungi wartawan, Senin (18/7/2011).
Menurut Azhar, pelibatan ormas untuk ikut membantu tugas kepolisian bisa bernilai positif dan negatif. Positifnya, ada tambahan tenaga tambahan yang ikut memerangi ancaman keamanan.
“Tapi negatifnya mereka tidak punya otoritas. Kalau menindak nanti bisa beralasan, kan kita bantu polisi,” jelasnya.
Menurut Azhar fenomena munculnya organisasi paramiliter semacam ini lumrah di negara berkembang. Peran pemerintah yang tidak mampu menciptakan situasi aman, mendorong kelompok-kelompok masyarakat membentuk organisasi militan.
“Sementara di negara maju ditandai dengan munculnya intelijen swasta atau tentara bayaran,” jelas Azhar.
Sebelumnya Ketua Umum GP Ansor, Nusron Wahid, menjelaskan, Densus 99 didirikan tepat pada ulang tahun ke-77 GP Ansor pada 24 April 2011. Pembentukannya bertepatan dengan banyaknya radikalisasi yang mengatasnamakan agama, termasuk pula peledakan bom yang mengatasnamakan agama di tempat umum dan masjid. Tugas densus ini adalah melakukan pencegahan terorisme dan memberikan edukasi kepada publik supaya tidak terprovokasi oleh gerakan-gerakan yang menginginkan Indonesia bubar.
Menurutnya kehadiran Densus 99 Ansor ini sebagai upaya deradikalisasi doktrin-doktrin radikal teroris. Tugasnya, melakukan tindakan preventif dan edukasi kepada umat dari provokasi kalangan-kalangan yang ingin menghancurkan NKRI.
“Selain pencegahan, Densus 99 juga melakukan monitoring dan manakala menemukan tindak kekerasan harus dilaporkan kepada aparat. Kalau aparat tidak sanggup, Densus 99 wajib menangkap teroris itu,” kata Nusron dalam apel banser sebelum puncak Harlah ke-85 NU di Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta, Minggu (17/7/2011). |dtc|