Beritabali.com, Denpasar, Praktisi pariwisata Bali asal Payangan Gianyar, Dewa Rai Budiasa menyatakan, persoalan sampah di Bali bisa diatasi dengan melibatkan desa adat secara aktif. Alasannya, awig-awig (hukum adat) dan sanksi moral dari desa adat, jauh lebih ditakuti warga daripada hukuman badan maupun uang.
Hal ini disampaikan Dewa Rai menanggapi kondisi lingkungan di Bali yang oleh media ‘Time’ disorot negatif karena penuh sampah. Kondisi lingkungan yang kotor ini dikhawatirkan bisa merubah citra Bali yang sebelumnya dijuluki Pulau Surga.
Selama ini, kata Dewa, pemerintah kurang tegas dalam menerapkan aturan khususnya aturan yang terkait dengan pengelolaan sampah.
“Bagaimanapun bagusnya aturan itu, Pemerintah dalam hal ini pemda sulit menerapkannya karena penuh keraguan dan malah sering dijadikan bahan bargaining (posisi tawar) untuk kepentingan elit (politik) tertentu. Jadi penerapan sebuah aturan termasuk aturan soal sampah, kita perlu tiru negara maju tanpa pandang bulu,” ujarnya.
“Dan sanksi yang berwibawa itu ada di desa melalui awig-awig desa adat. Karena sanksi moral jauh lebih ditakuti ketimbang sanksi hukuman badan maupun uang,” imbuhnya.
Mengenai Peraturan Daerah (Perda) Sampah yang hingga kini tak kunjung dimiliki Pemerintah Provinsi Bali, Dewa Rai mengatakan ini karena pihak Legislatif yang lambat dalam menyikapi itu.
“Legislatifnya lelet (lambat) untuk mengurus Perda Sampah ini. Padahal pihak Eksekutif di Propinsi Bali sudah menyiapkan itu sejak lama. Ini (Perda Sampah) harus segera disahkan agar persoalan sampah di Bali ke depan tidak semakin mengkhawatirkan dan akhirnya akan berdampak buruk pada dunia pariwisata Bali,” pungkasnya.
Sumber: beritabali.com