Neta S Pane selaku Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW), menilai langkah Polri membuat Datasemen Anti Anarki sebagai konsep menyimpang. Hal tersebut hanya membuat mandul fungsi polsek dan intelijen yang ada di tiap wilayah.
“Dengan adanya Detasemen Anti Anarki fungsi polsek dan intelejen sebagai ujung tombak informasi pada akhirnya tidak berfungsi alias mandul, dan ini benar-benar ngawur,” kata Neta saat dihubungi wartawan, Selasa (1/3/2011).
Detasemen baru Polri tersebut yang terdiri dari Brigade Mobile (Brimob) dan Satuan Pengamanan Kota (Samapta), dikhawatirkan dapat membuat citra polisi terpuruk. Di sisi lain juga dikhawatirkan berpotensi melakukan tindakan-tindakan yang lebih represif.
“Brimob disiapkan sebagai tim penggebuk atau pengeksekusi yang dibekali senjata api mulai laras pendek hingga panjang. Jika tindakan represif terjadi maka akan memerburuk citra polisi,” papar Neta.
Polri, sambung Neta, dapat meredam aksi anarkistis massa dengan menurunkan Satuan Samapta atau Dalmas (Pengendalian Massa). Dia menilai dua satuan itu sudah dibekali dengan senjata api dan gas air mata untuk membubarkan massa yang sudah tidak terkontrol.
Neta juga mengimbau Polri cukup memaksimalkan fungsi polsek dan intelejen di tiap wilayah. “Karena merekalah ujung tombaknya di kepolisian,”
Pembentukan detasemen ini hanya akan menyia-nyiakan anggaran negara. “Berapa banyak biaya yang akan dikeluarkan negara,” tanya Neta. “Penambahan anggaran tersebut jelas akan menambah jabatan di kepolisian, imbuhnya. Selasa (1/3/2011). (dtc/idr*)