Kejaksaan Agung (Kejagung) menanggapi sikap Dewan Pers yang menyayangkan tuntutan ringan terhadap terdakwa pembunuh wartawan Sun TV, Ridwan Salamun. Kejagung meminta Dewan Pers untuk mengikuti proses sidang yang masih berlangsung di Tual, Maluku Tenggara.
“Silakan. Biarkanlah proses ini berjalan. Inikan masih dalam proses persidangan, lihat nanti Hakim mengambil keputusan,” ujar Jaksa Agung Basrief Arief saat dimintai tanggapan soal sikap Dewan Pers yang menyayangkan tuntutan jaksa dalam kasus ini.
Hal tersebut disampaikan oleh Basrief kepada wartawan di Kejagung, Jl Sultan Hasanuddin, Jakarta Selatan, Rabu (2/3/2011).
Basrief mengatakan, tuntutan yang diajukan jaksa dalam perkara itu sudah didasarkan pada fakta persidangan yang ada. Menurut Basrief, almarhum Ridwan tidak sedang melakukan tugas peliputan saat bentrok antara 2 desa di Tual meletus.
Basrief menerangkan, berdasarkan laporan didapatnya dari Tual, kasus tersebut merupakan konflik dua desa. “Harus saya tegaskan juga, kapasitasnya saat itu bukan sebagai jurnalis. Ketika melakukan penyerangan, kebetulan Ridwan membawa senjata tajam berupa parang,” jelas Basrief.
Selanjutnya, terjadi penyerangan terhadap salah satu terdakwa oleh kelompok Ridwan. Terdakwa tersebut mendapatkan luka serius dan menjadi luka permanen, dengan mendapat jahitan lebih dari 100 jahitan.
Setelah diserang dengan parang, salah satu terdakwa menemukan sepotong besi. Tapi pada dasarnya terdakwa tidak membawa senjata tajam. “Jadi tentu dia melakukan pembelaan diri. Akhirnya Ridwan dipukul dan meninggal,” tutur Basrief.
“Jadi dalam hal ini tolong dudukan pada persoalan yang sebenarnya, bahwa posisinya (Ridwan) tidak dalam meliput,” tambahnya. Selain berdasarkan hal di atas, tuntutan jaksa juga didasarkan pada adanya perdamaian yang telah dilakukan oleh kedua desa. Perdamaian tersebut juga disaksikan oleh tokoh masyarakat, pejabat dan tokoh agama setempat.
“Jadi itu kenapa JPU melakukan penuntutan selama 8 bulan,” ucap Basrief.
Basrief meminta agar kasus ini dilihat secara proporsional. Karena berbagai opini yang muncul bisa berakibat buruk bagi masyarakat di daerah.
“Saya minta satu hal jangan menghidupkan opini karena daerah yang akan menanggung, buatlah suasana sejuk. Buktinya daerah dituntut segitu tidak ada masalah,” terangnya.
Sebelumnya, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Noor Rachmad membantah adanya pengubahan pasal perkara ini. Menurutnya, ketiga terdakwa dituntut ringan karena delik pidananya bukan pembunuhan, melainkan pengeroyokan yang berujung pada kematian.
Noor menegaskan, 3 terdakwa, yakni Hasan Tamnge, Ibrahim Raharusun, dan Syahar Renuat dijerat pasal 170 ayat (2) ke-3 KUHP, yang mengatur tentang tindak pidana kekerasan secara bersama-sama terhadap orang atau penganiayaan yang mengakibatkan matinya orang. (dtc/idr*)