Dewan Pers menyambangi Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk meminta klarifikasi seputar kasus pembunuhan wartawan Sun TV, Ridwan Salamun di Tual, Maluku Tenggara dari Jaksa Agung Basrief Arief. Dalam pertemuan ini, pihak Dewan Pers yang juga didampingi Maluku Media Center, menyerahkan sejumlah bukti-bukti yang menunjukkan bahwa Ridwan tengah dalam tugas peliputan ketika tewas dalam bentrokan antara Banda Ely dan Fiditan di Tual pada Agustus 2010.
Pihak Dewan Pers ditemui langsung oleh Jaksa Agung beserta para Jaksa Agung Muda di Gedung Jaksa Agung, Kejagung, Jl Sultan Hasanuddin, Jakarta Selatan, Jumat (4/3/2011).
Usai pertemuan, Wakil Ketua Dewan Pers, Bambang Harimurti menuturkan, pihaknya mengapresiasi sikap Kejagung yang telah menerima bukti-bukti didapatkan oleh pihak Maluku Media Center (MMC). Dalam bukti tersebut, terdapat sebuah video yang direkam oleh kamera amatir yang menunjukkan bahwa almarhum Ridwan ketika tewas bukan sedang menjadi pelaku tawuran, tetapi sedang menjalankan tugas jurnalistik.
“Karena itu adalah video ketika beliau 2 jam terakhir sebelum meninggal, masih tergeletak dan di situ ada kameranya dan tidak ada parang,” tutur Bambang.
Lebih lanjut, Koordinator MMC Insany Syahbarwati mengungkapkan sejumlah bukti yang diserahkan kepada Jaksa Agung. Bukti tersebut ada yang didapat dari investigasi langsung oleh MMC bersama dengan Komnas HAM.
“Kami menyerahkan video wawancara dengan Kapolres Tual yang menyatakan BAP-nya itu (pasal) 338 (KUHP), dan bukan (pasal) 170. Kemudian kami juga menyerahkan sejumlah dokumen dari Komnas HAM, hasil investigasinya Komnas HAM, dan di sana juga kami sebutkan MMC,” jelasnya.
“Kemudian kami juga menyerahkan ada foto-foto Ridwan yang di atas kepalanya menunjukkan ada kamera di situ, dia sedang meliput. Tidak ada parang ketika korban tergeletak,” imbuh Insany.
Insany menegaskan, hasil investigasi pihaknya juga menunjukkan adanya perubahan pasal dalam perkara pembunuhan Ridwan tersebut. Dari yang tadinya 3 tersangka, yakni Hasan Tamnge, Ibrahim Raharusun, dan Syahar Renuat, dijerat pasal 338 KUHP tentang pembunuhan, namun kemudian dalam persidangan diketahui pasal tersebut hilang dan berganti pasal 170 KUHP tentang pengeroyokan hingga berakibat pada matinya seseorang.
“Ada perubahan pasal, dari pernyataan Kapolres Tual bahwa (pasal) 338 dijerat pada saat P21 dan penyerahan ke Kejaksaan. Itu pada saat P21, pasal 338 bersama 3 orang tersangka. Tapi kemudian di Kejaksaan diubah menjadi pasal 170, itu yang kami sayangkan. Kemudian menghasilkan tuntutan 8 bulan itu,”.
Terhadap bukti yang diserahkan Dewan Pers tersebut, Bambang mengatakan bahwa Jaksa Agung Basrief menjanjikan akan memperhatikan semua ini. Namun, Basrief mengakui adanya keterbatasan Kejaksaan dalam menangani perkara ini.
“Karena ini sudah disidang ke pengadilan. Jadi berkas itu kan dibangun atas dasar laporan polisi, sehingga mungkin tidak banyak yang bisa diharapkan,” ujar Bambang.
Kendati demikian, Bambang menuturkan, pihaknya melihat bahwa masih ada cara bagi Kejaksaan untuk mencari keadilan dalam perkara ini. Bambang menyatakan bahwa dalam beberapa perkara kalau dibawa ke pengadilan yang lebih tinggi, masih bisa ada tindakan koreksi.
“Jadi supaya jaksa jangan berhenti hanya di pengadilan negeri,” tandasnya. (dtc/*idr)