
Ketika dihadapkan pada sebuah pilihan, mau beli produk dalam negeri atau produk luar negeri ? Masing-masing dari kita akan memberi jawaban yang berbeda-beda. Kalau menyangkut masalah nasionalisme, mungkin kita akan sangat fanatik denganproduk dalam negeri. Akan tetapi ketika diperhadapkan dengan masalah kualitas dan harga, yang muncul adalah pragmatism. Dimana saat ini, kebanyakan orang memilih sebuah produk hanya karena harganya murah, kualitas urusan belakangan dan produk mana urusan berikutnya.
Untuk membangun rasa nasionalisme di berbagai kalangan, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) bekerjasama dengan Lembaga Advokasi dan Perlindungan Konsumen (LAPK) menggelar acara “Dialog Komunitas & Workshop Appreciative Inquiry Membangun Rasa Nasionalisme Konsumen” di Hotel Madani Jalan SM Raja Medan, Jumat (11/5) dan Sabtu (12/5).
Peserta yang mengikuti dialog ini berasal dari berbagai latar belakang seperti pelajar, nahasiswa, dosen, guru, LSM, wartawan, ibu rumah tangga, lembaga pemerintah dan swasta, pengacara serta yang lainnya.
Direktur LAPK Farid Wajdi, SH,M.Hum membuka acara dan dilanjutkan dengan dialog antara sesama peserta yang dibagi dalam empat kelompok. Dimana setiap peserta diberikan kesempatan untuk memilih dua jenis produk yang disukai dan tidak disukai dari beberapa pilihan yang ditawarkan. Ketua kelompok memberikan alasan kenapa memilih produk tersebut.
Pembina YLKI Widjanarka mengungkapkan bahwa konsumen yang nasionalis cenderung menilai bahwa membeli produk impor adalah sesuatu yang salah, karena itu merusak ekonomi domestik dan penyebab hilangnya lapangan kerja serta tidak patriotik. Kemudian, konsumen yang nasionalismenya tinggi cenderung memperhatikan aspek positif dari produk domestik dan mengabaikan kebaikan produk impor.
“Upaya Korea untuk menanamkan cinta produk negaranya sendiri memang tidak mudah. Sama halnya dengan Jepang dan negara tetangga kita Malaysia. Hingga akhirnya mereka memiliki kecintaan yang sangat tinggi terhadap produk mereka sendiri,” papar Widjanarka.
Direktur Eksekutif Institute Global for Justice (IGJ) Indah Sukmaningsih yang juga Pengurus YLKI menceritakan bahwa untuk membangun rasa nasionalisme itu harus dimulai dari diri kita sendiri. Nasionalisme itu kembali kepada apa yang kita miliki sendiri, kita bukan objek, tapi kita adalah subjek, jangan segalanya beli dan hanya menjadikan nasionalisme sebagai barang antik. Kita harus berdaulat di negeri kita sendiri.
Lalu Tulus Abadi yang juga Anggota YLKI mengungkapkan bahwa Indonesia telah terikat dengan berbagai macam perjanjian seperti WTO dan ACFTA. Tak perlu heran lagi kalau produk luar negeri saat ini sudah mendominasi pasar tradisonal dan modern kita.
“Masalahnya sekarang adalah, apakah kita lebih memilih buah-buahan impor yang tahan disimpan di dalam kulkas selama 3 bulan atau memilih pisang barangan yang merupakan produksi lokal ?” paparnya.
Persoalan yang muncul kemudian adalah bagaimana dengan mutu produk Indonesia ? Bagaimana kontinuitas dan harganya ? Permasalahan ini sering menjadi perdebatan bagi konsumen dalam menentukan pilihannya.
Di akhir acara, Indah Sukmaningsih mengingatkan peserta agar lebih teliti dalam membeli produk dalam negeri maupun produk luar negeri. Teliti dengan kualitasnya, masa kadaluarsanya, kandungan produknya serta yang lainnya. Hal-hal seperti ini akan menguatkan konsumen dalam menentukan pilihan. | James P.Pardede