
Munculnya Perpres RI No. 62 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Medan, Binjai, Deli Serdang dan Karo (Mebidangro) ternyata mendapat sambutan beragam dari masyarakat termasuk kalangan pengusaha. Pasalnya, Perpres tersebut sampai hari ini belum tersosialisasi dengan baik sampai ke kabupaten/kota yang masuk dalam kawasan Mebidangro.
Untuk lebih meningkatkan pemahaman dan menerima masukan dari berbagai elemen, Pusat Studi Ekonomi Rakyat (PUSERA) bekerja sama dengan Universitas HKBP Nommensen menggelar acara Diskusi Panel di Aula Perpustakaan UHN Jalan Sutomo Medan, Jumat.
Dari diskusi ini muncul sebuah masukan agar masyarakat, pengusaha, lembaga swadaya masyarakat dan pemerintah kabupaten/kota meliputi Medan, Binjai, Deliserdang dan Karo (Mebidangro) melakukan judicial review terhadap beberapa pasal pada Perpres No 62 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan (RTRKW) Mebidangro. Pasalnya, beberapa pasal pada Perpres tersebut merugikan masyarakat dan pemerintah terutama kabupaten/kota yang ada di Mebidangro.
Diskusi panel yang dihadiri para pakar, akademisi, Kepala Bappeda kabupaten/kota di Mebidangro dibuka Direktur Pusera Dr RE Nainggolan MM. Mantan Kepala Bappeda Sumut ini mengatakan setelah diskusi panel ini, ternyata UHN mengambillangkah positif akan meggelar seminar nasional membahas Perpres No 62 tahun 2011 secara lebih komprehensif dan skalanya nasional.
Sementara pemateri Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Sumut Ir Riadil Akhir Lubis MSc memaparkan beberapa hal terkait dengan rencana-rencana pengembangan kota Medan, Binjai, Deli Serdang dan Karo. Ada banyak rencana yang dipaparkan Riadil A Lubis, antara lain masalah pembangunan infrastruktur pendukung dan percepatan pembangunan bandara Kuala Namu.
Sebagai pembanding, dihadirkan dari Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Henry Hutabarat, mewakili Real Estate Indonesia (REI) Sumut Raya Timbul Manurung, anggota DPD RI yang juga Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sumut Parlindungan Purba,SH,MM.
“Ada beberapa pasal di RTRKW Mebidangro tersebut merugikan dan bertentangan dengan RTRW kabupaten/kota, antara lain untuk RTRW Kota Medan yakni pembangunan central businis distric (CBD) di Polonia. Sebab, sesuai RTRKW Mebidangro, Bandara Polonia Medan masih tetap dipergunakan. Sementara pembangunan pertokoan dan perumahan di sekitarnya sudah berjalan,” papar Raya Timbul Manurung.
“Dampak atau kerugian yang dialami dengan Perpres No 62 tentang RTRKW Mebidangro antara lain terjadi pembatasan pembangunan gedung tinggi di Kota Medan, tidak diperbolehkan mengubah fungsi lahan sekitar kawasan Bandara Polonia Medan. Peruntukan lahan di Mebidangro harus sesuai pasal 145 Perpres No 62. Kemudian pada pasal 146 disebutkan tidak diperbolehkan merubah peruntukan lahan yang tidak sesuai dengan Perpres,” tandasnya.
Mengingat beberapa pasal tersebut merugikan daerah di Mebidangro, lanjutnya maka bisa dilakukan judicial review oleh individu yang dirugikan, kelompok masyarakat, instansi pemerintah, badan hukum dan clas action. Kita harus segera melakukan gugatan, karena tenggat waktu melakukan gugatan tanggal 5 Mei 2012.
Wakil dari Bappeda Medan, Susi, mengatakan Pemko Medan merasa dirugikan dengan beberapa pasal di Perpres No 62/2011 tersebut. Padahal, Pemko Medan sudah berjuang agar Bandara Polonia Medan dipindahkan ke Kuala Namu dan program pembangunan CDB sudah ditetapkan pada RTRW Kota Medan.
Lalu, Kepala Bappeda Sumut Riadil Akhir Lubis menjelaskan bahwa pengoperasian Bandara Polonia dan Pangkalan TNI AU masih bisa ditinjau kembali. Saat ini TNI AU sedang mencari lahan di Langkat dan Deliserdang. Itu sebabnya, dalam diskusi tersebut Riadil Akhir Lubis menyarankan agar segera membentuk lembaga Mebidangro untuk bisa mensinkronkan program pembangunan di Mebidangro sesuai dengan Perpres No 62/2011.
“Untuk lebih mematangkan program Mebidangro, pemimpin di empat kabupaten/kota harus duduk bersama untuk mengambil kesepakatan bersama dalam mewujudkan pembangunan di kawasan Mebidangro. Sinergi dari 4 kabupaten/kota ini akan mempercepat dan tidak ada yang merasa dirugikan,” tandas Riadil Akhir Lubis. | James P. Pardede