Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta memvonis 10 tahun penjara dan denda Rp500 mantan Kepala Korps Lalu Lintas Mabes Polri Irjen Djoko Susilo.
Jenderal bintang dua itu kurang dari dua pertiga tuntutan penjara yang diminta jaksa penuntut umum KPK yaitu pidana penjara selama 18 tahun dan denda Rp1 miliar subsider 1 tahun kurungan, ditambah membayar uang pengganti sebesar Rp32 miliar dengan subsider 5 tahun kurungan serta tuntutan supaya Djoko tidak lagi memiliki hak politik untuk memilih dan dipilih dalam jabatan publik.
Putusan tersebut berdasarkan dengan tiga dakwaan yang diajukan jaksa, yaitu dakwaan kesatu primer yakni dalam Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No 31 Tahun 1999 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Dakwaan kedua dan ketiga ialah tindak pidana pencucian uang yang berdasarkan Pasal 3 UU No 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 65 ayat (1) KUHP dan Pasal 3 ayat (1) huruf c UU No 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang seba gaimana telah diubah dengan UU No 25 Tahun 2003 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Dalam tindak pidana korupsi, hakim menilai bahwa Djoko terbukti melakukan tindakan perbuatan melawan hukum, di antaranya memberikan surat perintah kerja pengadaan simulator R2 dan R4 untuk pengajuan kredit modal kerja sebesar Rp101 miliar padahal pagu anggaran belum disahkan dan kontrak belum ada.
Adapun total aset Djoko yang dirampas oleh negara sekitar Rp200 miliar. Belum monumental KPK menilai putusan majelis hakim menjatuhkan vonis 10 tahun penjara kepada Djoko Susilo membuat vonis tersebut menjadi belum monumental.
“Terhadap sanksi itu KPK tidak mengapresiasi dan perlu dipermasalahkan sehingga putusan belum cukup monumental. Putusan bisa monumental ketika konstruksi hukum disertai sanksi maksimal,“ kata Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto di Jakarta, kemarin.
Senada, Ketua YLBHI Alvon Kurnia Palma mengatakan vonis tersebut mengecewakan.“Ini antiklimaks. Putusan itu bisa jadi preseden menguntungkan bagi para calon koruptor.“
Pengamat pidana tindak pencucian uang Yenti Ganarsih menilai vonis tersebut terlalu ringan. Djoko seharusnya dihukum maksimal karena sebagai penegak hukum.
Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi UGM Hifdzil Alim mengatakan vonis tersebut sangat minimalis. “Tidak memenuhi rasa keadilan.“
Wakapolri Komjen Oegroseno mengharapkan tidak ada kasus seperti yang menimpa Djoko Susilo lagi. “Kasihan Polri kalau ada seperti ini lagi.“
Dia menegaskan pihaknya mengambil pelajaran dari kasus Djoko. “Jadi sekarang kita lebih disiplin anggaran, disiplin perencanaan, disiplin pengawasan, ya semuanya,“ akunya.