Memiliki anak yang masih kecil, Angelina Sondakh meminta penangguhan penahanan atas dirinya. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus bijak dan adil dalam memutuskan permohonan ini. Jangan sampai menodai prinsip kemanusiaan atau malah membiarkan anak menjadi tameng dalam kasus hukum yang dihadapi. “Jangan sampai anak dijadikan tameng oleh yang berkasus. Maka itu perlu psikolog anak yang netral. Untuk melihat tingkat ketergantungan anak kepada ibu, bisa diukur dan dilihat,” ujar pengamat hukum, Dr Mudzakkir.
Berikut ini wawancara wartawan dengan akademisi dari Universitan Islam Indonesia (UII), Senin (30/4/2012):
Dengan alasan anak, Angelina Sondakh minta penangguhan penahanan. Pendapat Anda?
Secara prinsip hukum dan kemanusian itu bisa. Ada kemungkinan seseorang tidak ditahan dalam tahanan tapi jadi tahanan kota, demi masa depan anak. Itu dimungkinkan. Anak usia berapa jadi pertimbangan. Kalau balita butuh ASI, kalau sudah agak gede sedikit butuh perhatian.
Atau perlu anak dibawa bersama ibunya tinggal di tahanan?
Jangan. Jangan bawa masuk, bisa buat trauma. Lebih baik jadi tahanan rumah. Atau bisa juga tahanan kota, itu lebih tepat untuk atasi yang seperti itu.
Tapi kalau yang bersangkutan ditahan di rumah atau jadi tahanan kota nanti melukai masyarakat. Sebab yang bersangkutan disangkakan korupsi. Pendapat Anda?
Ada azas praduga tak bersalah. Kalau sudah dihukum beda lagi, karena dia harus menjalani pidana dalam penjara. Tapi kalau belum terbukti ada ruang kebijakan yang manusiawi. Sebelum bersalah, berlaku azas praduga tidak bersalah.
Dalam pertimbangan kemanusian, untuk menilai KPK bisa meminta bantuan psikolog anak yang netral. Kalau misalnya sudah tidak membutuhkan ASI, tapi secara psikologi anaknya bagaimana. Apakah cukup diasuh neneknya dan saudara yang lain. Kemanusian harus ada perameternya, dan untuk ini bisa undang psikolog anak. Kalau di masa penahanan ini ibunya harus ditahan luar rutan itu bukan untuk ibu tapi karena anak.
Psikolog ini penting untuk membantu KPK memutuskan permohonan penangguhan penahanan?
Iya, untuk tahu benar nggak nggak anak tidak bisa dipisahkan dari ibu. Jangan sampai dalam penegakan hukum itu ada balas dendam. Kesalahan orang tua jangan sampai dilimpahkan ke anak. Kalau psikologi anak tidak bisa ditinggalkan ibu, bisa ditahan di rumah, lagipula kan belum terbukti bersalah.
Jangan sampai anak dijadikan tameng oleh yang berkasus. Maka itu perlu psikolog anak yang netral. Untuk melihat tingkat ketergantungan anak kepada ibu, bisa diukur dan dilihat.
Penegak hukum kita sudah menerapkan itu?
Belum kentara mengenai hal itu. Filsafatnya jangan diambil dari negara lain, tapi Pancasila di mana ada nilai ketuhanan dan kemanuasian yang adil beradab. Soal pemidanaan, kalau yang bersangkutan sedang hamil, saya kira bisa saja dibiarkan melahirkan dulu sampai sehat, lalu baru menjalankan putusan pengadilan. Ruang kebijakan itu diturunkan dari ruang filsafat. |viva|