Wakil Ketua Komisi VII DPR RI dari PDI Perjuangan Effendi Muara Sakti Simbolon mengatakan bahwa Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Sumut 2013 senilai Rp 8,866 triliun belum mampu memperbaiki infrastuktur jalan dan jembatan yang rusak. Begitu pula dengan peningkatan pendidikan dan kesehatan di Sumatera Utara.
“Tahun sebelumnya dengan anggaran yang dikucurkan sebesar Rp 1,2 Triliun ke dinas Bina Marga Sumut, pembangunan infrastruktur tidak menampakkan hasil yang cukup maksimal,” kata Effendi di Medan.
Kebijakan Pemerintah Sumatera Utara dalam penggunaan dana tersebut, terkesan tidak profesional. Alasannya, Pemprovsu hanya menerima dana yang dikucurkan pemerintah pusat melalui APBN, tanpa melihat kebutuhan bagi pembangunan di Sumut.
Sangat tidak wajar, lanjutnya apabila dana dengan kisaran Rp 8,886 Triliun tersebut, harus lebih membengkak hanya dikonsentrasikan untuk belanja tidak langsung (BTL) senilai Rp 6,319 triliun atau 74 persen dari total APBD Sumut. Minimnya dana APBD TA 2013, ditambah dengan konsentrasi Pemprovsu dominan dalam BTL pegawai, membuktikan dana APBD tersebut tidak pro rakyat.
Yang menjadi persoalan, kata Effendi Simbolon, dana senilai Rp 8,866 triliun hanya Rp 875 miliar alokasi anggaran untuk penduduk Sumut berjumlah 15 juta jiwa lebih. Dan, kalau ini terjadi dapat dikatakan anggaran APBD 2013 Sumut bukan dimaksudkan untuk kepentingan rakyat Sumut.
Sejatinya, apabila dengan anggaran yang terus naik bisa mengalihkan dominasi belanja pegawai ke belanja modal, dipastikan pembangunan di Sumut berjalan maksimal. Ironisnya lagi, dana yang diperuntukkan bagi masyarakat Sumatera Utara, dikhawatirkan tidak berjalan mulus, seiiring dengan banyaknya pemotongan yang dilakukan dengan cara tidak halal (korupsi) berjamaah yang dilakukan pejabat pemerintahan.

“Ada tiga fungsi penggunaan APBD, mulai dari mengentaskan kemiskinan, membuka lapangan kerja yang berdampak menurunnya jumlah pengangguran serta pengurangan ketimpangan pendapatan masyarakat,” tegasnya.
Terkait dengan membengkaknya belanja bagi hasil kepada kabupaten/kota dan pemerintahan desa yang diproyeksi senilai Rp1,42 triliun, Effendi menyebutkan pada APBD Perubahan 2012 belanja bagi hasil kepada kabupaten/kota dan pemerintahan desa hanya Rp714 miliar.
Artinya, ada kenaikkan 100% belanja bagi hasil kepada kabupaten/kota dan pemerintahan desa di APBD 2013 menjadi Rp 1,42 triliun. Besarnya kucuran dana bagi hasil ini memunculkan kecurigaan terkait Pemilihan Gubernur (Pilgub) Sumut 2013 mendatang.
“Jangan-jangan sudah ada kontrak politik salah seorang Calon Gubernur (Cagub) Sumut kepada kabupaten/kota dan pemerintah desa,” ucap Effendi yang juga ikut mencalonkan diri pada pemilihan gubernur Sumut lima tahun ke depan.
Disinggung target yang akan dilakukan apabila terpilih nantinya menjadi Gubernur Sumatera Utara, Effendi memastikan, akan melakukan loby-loby politik terhadap pemerintah pusat, agar memberikan kucuran dana lebih besar sesuai dengan kebutuhan real Sumatera Utara.
“Siapapun pemimpinnya, tidak akan mampu membawa perubahan pembangunan di Sumut, kalau dana APBD dengan kisaran Rp 8,866 triliun,” tegasnya.
Penegasan tersebut, menurutnya bukan pepesan kosong. Karena dirinya telah melakukan inventarisasi kebutuhan pada tiap-tiap daerah-daerah. Hal ini dilakukan untuk lebih mengoptimalkan dan lebih memudahkan sinkroniasi ke pusat dalam upaya pengucuran dana APBD.
Tentang dana alokasi yang diperuntukkan untuk pembangunan infrastruktur, Effendi menilai, bahwa dana tersebut tidak akan mampu membawa perbaikan di Sumatera Utara. Sebagai perbandingan pada Tahun 2012 lalu, dinas bina Marga menerima dana senilai Rp 1,2 triliun, yang hasilnya dapat dilihat masih jauh dari yang diharapkan. Tahun ini (2013), dengan dana sebesar Rp 1,4 triliun atau naik senilai Rp 200 miliar, diragukan akan mampu membawa perubahan.
“Anggaran perbaikan jalan dan jembatan di Dinas Bina Marga ada kenaikan sebesar Rp 800 miliar, jika dibandingkan dengan anggaran di APBD Sumut TA 2012 yang hanya dialokasikan Rp 600 miliar,” ujarnya.
Sekretaris Eksekutif Forum Indonesia Untuk Tranparansi Anggaran (Fitra), Rurita Ningrum mencium aroma kontrak politik terkait mengucurnya dana bagi hasil untuk kabupaten/kota dan pemerintahan desa senilai Rp 1,42 triliun.
“Kenaikkan angka bagi hasil untuk kabupaten/kota ini sangat tidak masuk diakal. Kita curiga ada kontrak politik dengan kabupaten/kota dan pemerintah desa terkait besarnya dana bagi hasil itu. Ini untuk kepentingan Pilgub Sumut,” ucap Rurita Ningrum.
Hal yang sama juga dikatakan sebelumnya oleh pengamat ekonomi Universitas Sumatera Utara (USU), Murbanto Sinaga. Dirinya terang-terangan menyebut ada agenda tersembunyi melihat struktur APBD Sumut 2013.
Menurut dia, belanja tidak langsung APBD Sumut sebesar Rp 6,319 triliun atau 74 persen dari total APBD Sumut sangat menyakiti hati rakyat.
“Anggaran Rp 6,319 triliun itu tidak bisa dinikmati masyarakat. Tidak langsung bersentuhan dengan rakyat. Padahal uang itu bersumber dari rakyat juga,” katanya.
Semua kalangan berharap, pemerintah ke depan agar memberikan pemerataan pembangunan mulai dari desa sampai ke kota. Pemilihan gubernur di Sumatera Utara juga bisa berjalan dengan aman, tertib dan lancar serta melahirkan pemimpin baru yang pro rakyat. | James P. Pardede