
Indonesia masuk dalam daftar 13 negara yang termasuk dalam pengawasan prioritas Departemen Perdagangan Amerika Serikat terkait kasus-kasus pelanggaran hak intelektual.
Daftar itu adalah bagian dari laporan khusus tahunan yang disebut “Special 301” yang merinci kinerja mitra-mitra perdagangan AS dalam penegakan aturan yang melindungi hak atas kekayaan intelektual (HAKI).
Selain Indonesia, negara-negara lain yang masuk daftar itu adalah Aljazair, Argentina, Kanada, Chile, Cina, India, Israel, Pakistan, Rusia, Thailand, Ukraina dan Venezuela.
AS memberikan banyak perhatian pada isu ini karena industri mendukung 40 juta pekerjaan di AS dan 60% ekspor AS.
“Jika mitra perdagangan tidak menghormati HAKI, mereka mengancam kelangsungan pekerjaan dan ekspor tersebut,” kata Perwakilan Dagang AS Ron Kirk.
Pujian diberikan pada Spanyol dan Malaysia yang berhasil menghapus nama mereka dari daftar tersebut, sebaliknya Ukraina diminta untuk lebih serius menangani pelanggaran HAKI ksetelah negara itu kembali berada dalam daftar pengawasan.
Meski tidak ada ancaman sanksi bagi negara-negara yang masuk dalam daftar pengawasan ini, AS mengharapkan hal ini bisa membuat jera dan malu.
Halangan perdagangan.
Ari Juliano Gema, seorang praktisi hukum dan konsultan HAKI mengatakan daftar itu sangat mungkin mempengaruhi kebijakan-kebijakan perdagangan AS ke Indonesia
“Kaitannya dengan trade barriers (halangan perdagangan) karena bisa saja AS mensyaratkan negara yang boleh melakukan ekspor ke AS adalah negara yang tidak melakukan pelanggaran HAKI atau bukan negara yang masuk priority watch list,” kata Ari pada BBC indonesia.
“Sebenarnya yang paling penting adalah kita harus mulai sadar kenapa setiap tahun kita masuk priority watch list,” kata dia.
AS menilai pemerintah Indonesia telah melakukan upaya-upaya positif pada 2011 untuk memperkuat perlindungan HAKI tetapi AS menganggap hal itu tidak cukup efektif untuk mengatasi tantangan-tantangan seperti pembajakan dan pemalsuan, termasuk pembajakan di internet dan produksi obat-obatan palsu.
“AS prihatin dengan halangan perdagangan di Indonesia termasuk peraturan-peraturan yang membatasi impor obat-obatan dan film. AS akan terus bekerja sama dengan Indonesia untuk mengatasi hal ini,” kata laporan tersebut.
Belum lama ini Direktorat Jenderal HAKI mensosialisasikan UU No 15/2010 pasal 90 yang mengatur “Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan Merek yang sama pada keseluruhannya dengan merek terdaftar milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis yang diproduksi dan/atau diperdagangkan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1 miliar.”
Hal ini berarti orang-orang yang membeli produk palsu seperti tas bermerk yang di Indonesia lazim disebut dengan tas KW dari kata “kualitas” dapat dijebloskan ke penjara dengan tuduhan penadahan.
“UU itu diterapkan dengan delik aduan,” kata Ari Juliano Gema, praktisi hukum dan konsultan HAKI pada BBC Indonesia.
Selain pembuat, pembeli produk KW juga dapat dikenai pasal 481 KUHP karena dianggap sengaja membeli barang yang diperoleh dari kejahatan. Menurut pasal 481 KUHP barangsiapa menjadikan sebagai kebiasaan untuk sengaja membeli barang yang diperoleh dari kejahatan diancam dengan pidana penjara. (bbc)