Sejumlah kalangan mengkhawatirkan penggunaan RUU Intelijen untuk kepentingan politis pemerintah pada Pemilu 2014. Menanggapi hal ini, pihak istana langsung membantahnya.
Peneliti Institute for Defense Security and Peace Studies (IDPS) Mufti Makaarim sebelumnya melihat indikasi ini secara jelas dari draf yang diajukan pemerintah. Ada nuansa militer yang sangat kental dari beberapa pasal di dalamnya.
“Kalau BIN ditempatkan dalam kepentingan pemerintah, thesis ada kepentingan pemerintah dalam waktu dekat adalah pemilu 2014. Intelijen dipersiapkan untuk pemilu 2014,” ucapnya saat diskusi Selasa (29/3) lalu.
“Mereka bisa digunakan untuk menjamin kepentingan tidak terganggu sampai 2014,” sambungnya. Aktivis HAM dari KONTRAS, Haris Azhar, juga mengatakan, anggota BIN seharusnya mengurusi hal-hal yang bersifat strategis seperti informasi ketahanan negara dan lainnya. Jika mengurusi masalah teknis, dikhawatirkan hanya dijadikan alat kekuasaan saja.
“Nanti dimanfaatkan oleh user saja. Kalau politik bisa jadi alat politik praktis. Ekonomi bisa masuk ke ekonomi, operasi intelijen saham misalnya,” ungkap Haris.
Merespons kekhawatiran ini, juru bicara kepresidenan bidang dalam negeri, Julian Aldrin Pasha, menegaskan, tudingan tersebut tidak berdasar. Tujuan pembuatan aturan tersebut hanya untuk kepentingan publik yang lebih luas.
“Untuk menyatakan sesuatu memang harus ada temuan atau bukti. Itu belum kita dengar, tidak bisa kita nyatakan sesuatu berdasarkan pandangan-pandangan dan asumsi,” jawabnya.
Rancangan UU Intelijen yang mengundang pro dan kontra masyarakat, saat ini sedang dalam pembahasan pemerintah bersama DPR. Materi mengenai prosedur penyadapan dan mekanisme penangkapan tersangka jadi ‘menu’ utama pembahasan. Source : (dtc)