MAKASSAR, BKM — Kepala Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan Irjen Polisi Johny Wainal Usman, mengatakan, unjuk rasa menuntut dirinya mundur, adalah aksi yang ditunggangi. Warga dan mahasiswa disusupi oleh kelompok tertentu yang memanfaatkan momen tewasnya Bagong untuk memperburuk citra institusi Polri.
“Kebetulan ada insiden penembakan warga sipil. Itulah yang dimanfaatkan untuk menanggang di belakang aksi mahasiswa,” tegas Johny, kepada BKM Rabu (20/7).
Johny dua kali dituntut mundur oleh sekelompok warga dan mahasiswa. Aksi itu sebagai buntut dari insiden penembakan warga sipil oleh polisi yang menewaskan Sahrullah alias Bagong, dua pekan lalu.
Para pengunjuk rasa, Selasa (19/8) menemui tim aspirasi DPRD Sulsel dan meminta agar DPRD memediasi rekomendasi pencopotan Johny ke Kapolri.
Menanggapi hal ini, mantan Kapolres Barru itu bersikap datar. Menurutnya, aksi ini tidak lagi murni, karena telah disusupi kepentingan-kepentingan lain.
Lagi pula kata dia, polisi tidak pernah tinggal diam atas kasus penembakan itu. “Sudah diproses kok kasus penembakannya,” ujarnya.
Dijelaskan kapolda, pihaknya serius dalam mengusut kasus tewasnya Sahrullah alias Bagong pada awal Juli lalu. Namun yang perlu diketahui, sambungnya, Bagong ditembak setelah melakukan penganiayaan dengan cara menikam seorang polisi dari Polsekta Makassar bernama Briptu Syukur.
“Untuk sementara ini, kami menduga penembakan yang dilakukan hingga menyebabkan Bagong meninggal karena polisi diserang terlebih dahulu. Bagong bahkan menikam anggota polisi di bagian paha kirinya,” tandasnya.
Menurut Johny, masyarakat akan menilai sendiri setelah mengetahui bagaimana proses terjadinya penembakan itu.
Karenanya, ia berkeyakinan aksi-aksi yang menuntut dirinya mundur sengaja disulut untuk mengacaukan situasi.
“Dari laporan anggota yang saya terima, ada oknum yang memanfaatkan momentum kasus Bagong itu untuk memperburuk citra polisi. Alasannya, sakit hati dengan aparat kepolisian,” ungkapnya.
Lebih jauh dijelaskan, pihaknya mensinyalir ada pihak yang tidak senang dengan aksi penggerebekan di rumah salah seorang residivis kasus pencurian di wilayah Polsekta Makassar. “Orang yang tidak senang itu kemudian membuat isu dan menggerakkan massa untuk memprotes kasus penembakan Bagong. Identitasnya sudah kami kantongi,” tandas Johny lagi.
Oleh sebab itu, sambungnya, pihak yang tidak bertanggung jawab tersebut terus mengumbar isu pencopotan atas dirinya.
“Saya setiap saat mengikuti perintah atasan. Jika Polri menganggap saya tidak mampu lagi mengemban tugas sebagai kapolda, itu wewenang atasan. Tapi yang pasti saya selalu melaksanakan tugas dengan penuh tanggung jawab,” kunci Johny.
Direktur Eksekutif Makassar Intelectual Law Supriansa, berpendapat, tuntutan mundur dan segala bentuk kritik kepada kapolda harus ditanggapi dengan bijak. Soal apa betul aksi-aksi itu ditunggangi atau tidak, tentu saja kapolda merujuk pada laporan-laporan intelijen.
“Intelijen ini mata dan telinga kapolda. Laporannya harus akurat karena itu menyangkut kepentingan Polri,” jelas Supri.
Tetapi terlepas dari semua itu, menurut Supri, kritik sangat dibutuhkan Polda untuk membangun dinamika organisasi yang baik. Saat ini kata dia, Polri tengah berusaha memperbaiki citra, dan kritik dengan segala bentuknya adalah bagian dari tantangan yang harus dihadapi.
“Jadi kapolda harus bijak menanggapi kritik-kritik itu. Itu bagian dari upaya mendewasakan Polri. Agar polisi lebih memasyarakat,” ujar Supri.
LBH: Jangan Asal Menuduh
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar, menyayangkan penyataan kapolda terkait adanya penunggang di belakang aksi mahasiswa.
Abdul Muttalib, Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar sore kemarin menegaskan, kapolda jangan terlalu mudah mengeluarkan pernyataan tanpa adanya fakta terlebih dahlu. Kalau memang ada pihak lain yang menunggangi aksi mahasiswa, segera sebut siapa orang tersebut.
“Kalau memang ada sebut namanya siapa. Jangan membuat polemik di tengah masyarakat yang ujung-ujungnya tidak ada penyelesaian. Aksi yang dilakukan mahasiswa dan warga termasuk di dalamnya keluarga korban merupakan reaksi spontanitas. Tolong sebut namanya dan apa motif mereka menunggangi aksi mahasiswa,” tegas Muttalib.
Muttalib menambahkan, aksi mahasiswa masih wajar sebagai bentuk sosial kontrol dan perlu direspons dengan baik.
“LHB sebagai kuasa hukum dari keluarga korban, meminta polisi lebih fokus pada penuntasan kasus penembakan tersebut. Apalagi LBH akan memberikan bukti baru soal penembakan itu,” tegas Muttalib.
Muttalib tak menjelaskan bukti-bukti baru yang hendak ia perlihatkan.
Sumber: beritakotamakassar.com