
Anak adalah masa depan bangsa, ditangan mereka estafet keberlangsungan negara ini ditentukan. Hanya saja, anak-anak Indonesia yang diharapkan dapat menjadi agen perubahan ke depan masih mendapatkan perlakuan kurang baik dari orang-orang yang ada di sekitarnya. Anak masih mendapat perlakuan kuran g baik yang ditandai dengan masih banyaknya kasus perdagangan manusia (trafficking).
Tahun ini, kasus kekerasan pada anak mengalami peningkatan hingga 75%. Jika ditahun lalu, berdasar pada laporan dan pers release ke SWATT Online, Pusat Kajian Perlindungan Anak (PKPA) hanya menerima pengaduan 4 kasus saja, kini bertambah menjadi 7 kasus. Meski pengaduan hanya tujuh kasus, namun jumlah korbannya mencapai 36 kasus. Dari jumlah ini, 29 korban merupakan warga Nusa Tenggara Timur (NTT), sedangkan sisanya, warga Medan, Kisaran serta Pematang Siantar.
Koordinator Pusat Layanan Informasi dan Pengaduan Anak (PUSPA) PKPA, Azmiati Zuliah SH,MH, mengakui terjadinya peningkatan perdagangan manusia ini. Bahkan cara-cara yang dilakukan juga berbeda dengan mengandalkan teman-teman sebaya dan tidak lagi dengan datang ke rumah-rumah untuk mencari korban.
“Tahun ini meningkat jumlahnya baik dari pengaduan dan juga korban dibandingkan tahun lalu. Data terbaru kita, sepanjang tahun 2013, korbannya 36 orang, dari kasus ini pengaduan yang kita terima ada tujuh kasus,” papar Azmiati.
Korban asal Sumatera Utara yang jumlahnya mencapai tujuh orang tersebut dijadikan sebagai pekerja seks komersi (PSK), kata Azmiati. Dari yang tujuh itu, empat diantaranya warga Medan dan dua dari Kisaran. Mereka ini dikirim ke Dumai untuk dipekerjakan sebagai pelayan restoran di sana. Namun faktanya mereka ini dipekerjakan sebagai PSK,” kata Azmiati yang akrab disapa Emi.
Sedangkan satu lainnya, tambah Emi merupakan warga Pematang Siantar, yang kini sedang hamil. Dia datang ke Medan setelah diajak salah seorang temannya usai menyelesaikan pendidikan sekolah menengah atas (SMA). Sisanya, merupakan warga NTT yang dijanjikan akan dipekerjakan di Jakarta, namun belakangan dialihkan ke Medan.
“Mereka ini dijanjikan sebagai PRT di Medan, tapi pada kenyataannya mereka ini disekap dan tidak digaji, bahkan diperlakukan tidak manusiawi, bekerja mulai dari jam 05.00 WIB hingga pukul 23.00 WIB.
Dari 29 korban trafiking asal NTT, lanjut Emi satu diantaranya sudah dikembalikan ke kampung halamannya, sementara 28 korban lainnya kini masih dalam penyelidikan. Kasus ini terungkap, setelah kita dapat milis salah seorang angota DPR RI asal NTT yang diterima PKPA dan milis tersebut langsung ditindaklanjuti.
Makin maraknya kasus perdagangan manusia dengan menggandalkan teman sebaya, para orangtua diingatkan agar lebih serius dalam menyikapinya. Salah satunya dangan memberikan perlindungan bagi anak, serta meningkatkan peran orangtua dalam berbagai hal yang berkaitan dengan anak.
“Anggapan bahwa trafiking hanya terjadi di kalangan masyarakat miskin harus kita buang jauh-jauh, sekarang lingkungan orang-orang yang berduit dan paling aman juga sudah dilirik,” tandasnya.
Lingkungan yang kita anggap sangat aman bagi anak-anak kita juga harus diwaspadai untuk menghindari agar anak kita jangan sampai percaya begitu saja dengan rayuan teman-teman sebayanya.
Perhatian serius pemerintah
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyebutkan, kasus perdagangan manusia saat ini berkembang layaknya sebuah perusahaan kriminal terbesar ketiga setelah kasus perdagangan senjata dan narkoba.
Jumlah uang yang berputar dari hasil keuntungan bisnis yang bertentangan dengan Hak Azazi Manusia (HAM) ini diperkirakan mencapai USD 7 miliyar setiap tahunnya. Laporan Asia Development Bank menyebutkan bahwa satu hingga dua dua juta manusia diperjual belikan setiap tahunnya di dunia. Korban human trafficking sering menimpa seorang perempuan yang menjadi pekerja migran.
Menteri Luar Negri Indonesia Marty Natalegawa beberapa waktu lalu mengadakan pertemuan dengan Menteri Luar Negeri Australia Bob Carr untuk membahas dan mengantisipasi adanya kasus perdagangan manusia antar kedua negara. Dalam pertemuan tersebut Marty menekankan kerjasama bilateral dalam bidang maritim untuk melakukan upaya pembebasan anak Indonesia yang ditahan di Australia karena terlibat usaha penyelundupan manusia.
Seperti dilaporkan KBN Antara, Marty menjelaskan bahwa Indonesia dan Australia memiliki komitmen tinggi dalam upaya pengembalian tahanan anak Indonesia dan memastikan upaya penyelundupan manusia ke Australia melalui Indonesia tidak terjadi lagi. Kedua negara sudah bekerja sama dengan baik dalam menangani isu penyelundupan manusia terutama sejak adanya pertemuan reguler Bali Process yang melibatkan Indonesia dan Australia serta pihak terkait lainnya.
“Kami membahas tentang kerja sama kegiatan Search and Rescue (SAR) di laut serta penanganan kasus anak-anak Indonesia yang ditahan di Australia karena terlibat kegiatan penyelundupan manusia,” dalam keterangan persnya.
Kasus perdagangan manusia juga terjadi di Provinsi Nangroe Aceh Darussalam (NAD) karena banyaknya pekerjaan yang datang dari luar negeri pasca terjadinya bencana tsunami. Korban perdagangan manusia di Aceh tidak hanya orang dewasa tapi juga remaja dan anak balita. Modus bagi anak dan remaja dilakukan dengan cara membujuk mereka untuk berwisata ke luar negeri untuk kemudian dipaksa menjadi pekerja seks komersial.
Menurut Manager Program LBH Anak Aceh Rudy Bastian pihaknya menangani kasus trafficking pertama dengan jumlah korban tujuh anak perempuan. Atas kerjasama dengan pihak kepolisian dan Interpol pihaknya berhasil menangkap pelaku kejahatan yang memiliki jaringan internasional. “Ada enam kasus yang trafficking dan alhamdulullah pelakunya sudah ditangkap dan proses secara hukum,” paparnya | James P. Pardede | Heru Lianto