Ketua Majelis Pemberdayaan Masyarakat PP Muhammadiyah, Said Tuhuleley, kepada SWATT Online mengungkapkan privatisasi yang dipaksakan dengan dalih pasar bebas telah mendorong negara-negara miskin meminimalkan peran negara dalam penyediaan fasilitas pendidikan, pangan, papan, air bersih, lingkungan sehat dan pelayanan publik yang membutuhkan dana besar. “Bagi rakyat miskin di negara dunia ketiga, kebijakan privatisasi ini menjadikan kesenjangan kaya-miskin semakin lebar,” ujar Said Tuhuleley.
Ia memaparkan beberapa tahun terakhir, ada 500 MNC besar di dunia yang mengendalikan 70% perdagangan dunia yang terdiri dari 1/3 ekspor manufaktur, ¾ perdagangan komoditas, dan 4/5 perdagangan jasa teknik dan manajemen. Raksasa MNC tersebut menguasai 2/3 investasi di negara berkembang.
Said mencontohkan, realitas nasib masyarakat petani dan pertanian di Indonesia menunjukkan hal berbeda dengan potensi sumber daya alam tersebut. Pertanian dan masyarakat tani mengalami proses pemiskinan sistemik dan massif. “Berapa pun input diberikan, produksi padi petani tidak banyak bertambah. Atapun kalau bertambah, harga jual produksi pertanian sangat tidak seimbang dengan biaya produksi pertanian sehingga input sering melebihi output,” tandas Said.
Ia juga menambahkan, kemiskinan lebih banyak bersumber dari kondisi eksternal daripada masalah internal si miskin. “Kemiskinan saat ini diakibatkan oleh hubungan timpang dalam tatanan ekonomi, sosial, budaya, dan politik. Dalam relasi timpang itu, kelompok masyarakat yang kurang memiliki akses tidak memperoleh penghormatan atau perlindungan atas hak dasarnya. Akibatnya, mereka semakin terjebak dalam proses pemiskinan,” tegas Said. (affan)
foto : ilustrasi/hizbut-tahrir.or.id