Indonesia akhir-akhir ini baru saja mengalami bencana yang sangat dasyat. Yakni, berupa gempa bumi, seperti yang terjadi di Tasikmalaya dan Padang. Dimana ratusan bangunan dan gedung-gedung bertingkat tersebut roboh seketika. Tidak hanya di kedua kota tersebut, penduduk Jakarta pun ikut merasakan gempa dengan berkekuatan 7,3 SR dan 7,9 SR tersebut. Dan berbagai cara yang diketahui orang mencoba untuk keluar dari marabahaya gempa bumi guna menyelamatkan diri mereka. Seperti lari keluar gedung, berlindung dibawah meja dll.
Lalu bagaimana sebenarnya keselamatan manusia di dalam gedung itu agar bisa terjamin ketika terjadi gempa? Bagi masyarakat awam sudah di kondisikan bahwa dalam keadaan berbahaya (api dan gempa dll – seperti gedung ditabrak pesawat dll) disarankan untuk segera lari menuju kearah tangga kebakaran dan turun di lantai yang langsung mengarah ke ruang terbuka. Tujuannya supaya semuanya segera berada di ruang terbuka yang aman.
Namun pertanyaannya, apakah tangga kebakaran cukup aman untuk keadaan ‘mendadak’ ketika di pakai oleh ribuan manusia yang menempati gedung tersebut? Sebenarnya disinilah letak masalahnya di Jakarta. Gedung-gedung yang ada di Indonesia dan Jakarta, kebanyakan didisain berdasarkan ilmu ‘kompromi’. Artinya, kompromi dalam hal: Perbandingan jumlah tangga kebakaran terhadap jumlah manusia didalam gedung, kekuatan disain dari tangga kebakaran, ketepatan disain system pengendalian keamanan tangga kebakaran, dan ukuran minimum dari tangga kebakaran. Mungkin jawaban Anda adalah tidak tahu. Apakah betul aman atau tidak.
Tangga kebakaran itu sendiri sebetulnya berdasarkan ilmu arsitektur yang baik dan benar; sudah ada kriteria-kriterianya untuk dapat dikategorikan aman. Dan kriteria-kriteria ini sudah banyak diperbaiki setelah terjadinya banyak kecelakaan seperti yang terjadi di Negara-negara lain. Di Jakarta sudah cukup baik (diatas kertas) tetapi pelaksanaannya yang masih kurang diawasi.
Yang menjadi masalah juga dalam perhitungan okupansi (penghuni) dan perhitungan jumlah tangga kebakaran adalah perbedaan pengertian mengenai jumlah okupansi yang mana yang harus di pakai – aktual versus maximum – . Aktual menghasilkan jumlah tangga kebakaran yang lebih kecil; sementara maksimum memberikan jumlah tangga kebakaran yang lebih banyak.
Akan tetapi hal diatas menjadi masalah lagi. Di luar negeri sudah terbukti. Karena perhitungan aktual menghasilkan jumlah tangga kebakaran yang mengakibatkan pada saat terjadinya bahaya; tangga tersebut dipenuhi oleh jumlah manusia (maksimum) yang diluar kapasitas tangga kebakaran tersebut. Kejadian ini sudah memakan korban di banyak Negara.
Jadi, kalau terjadi bahaya didalam gedung; harus menggunakan apa? Tidak ada pilihan lain; harus menggunakan Tangga Kebakaran. Bagaimana dengan bahaya jumlah manusia yang berlebihan didalam tangga? Tetap jauh lebih aman untuk turun dengan tangga kebakaran daripada berusaha turun dengan media yang lainnya atau pun berlindung dibawah meja. Kenapa? Karena berlindung di meja pada bangunan yang strukturnya tidak kuat menahan getaran gempa atau terbakar, akhirnya dapat mengakibatkan keseluruhan gedung runtuh. Dan keruntuhan balok-balok-balok dan tiang-tiang gedung juga sangat berbahaya. Ditambah lagi dengan kemungkinan terjadinya kebakaran didalam gedung akibat runtuhnya dinding, kolom, balok dll.
Inti dari penggunaan Tangga Kebakaran adalah: men-transfer manusia dari daerah berbahaya menuju lapangan terbuka yang aman untuk di evakuasi. Mengenai keamanan Tangga Kebakaran itu sendiri; mungkin saat ini sudah harus di perjuangkan kepada pemerintah untuk sesegera mungkin di lakukan audit keselamatan manusia didalam gedung terhadap semua gedung yang ada.
Pertanyaan berikutnya: kalau kita digedung tinggi yang terbuat dari kaca, apakah sesudah keluar dari gedung sudah pasti aman? Bukannya masih ada persoalan kaca-kaca gedung yang retak dan berjatuhan dari tempat yang tinggi?
Jawabannya: Ya betul dan kita masih tidak aman karena kaca-kaca tersebut. Kenapa bisa begitu. Karena: banyak gedung yang tidak didisain dengan Safety Glass (karena lebih mahal). Sebetulnya secara arsitektur dan struktur ada ketentuan yang sudah cukup baik. Setiap ketinggian di hitung kekuatan angin dan lain lainnya dan dihitung kekuatan yang diperlukan untuk penahan (façade) selimut gedung. Pada kenyataannya hal inipun sering di kompromikan. Jadi jawabannya: sesudah keluar dari tangga kebakaran masih menunggu satu bahaya lagi… keretakan kaca-kaca dan berhamburannya serpihan kaca dari ketinggian.
Lalu pertanyaan berikutnya kalau kita sudah bisa keluar dari dua bahaya tersebut; apakah kita akan aman? Jawabannya: masih belum. Karena keluar dari tangga kebakaran; dan mudah-mudahan tidak kejatuhan kaca; tapi keluarnya kemana? Ruang terbuka. Ruang terbukanya bukannya sudah di penuhi oleh parkiran mobil? dan benda-benda lainnya yang tidak seharusnya ada di area yang disebutkan: Assembly Space ?
Assembly Space adalah area yang di siapkan oleh pemerintah untuk evakuasi bahaya apapun juga; misalnya: gempa, angin keras (topan, kebakaran besar dll). Di area ini; seharusnya masyarakat yang tertimpa bahaya bisa melarikan diri dan menuju tempat tersebut untuk menunggu evakuasi pemerintah.
Pertanyaannya: ada kah tempat tersebut di Jakarta? Pernah dengar? Pernah tau? Pernah diumumkan pemerintah? Semua jawabannya tidak.
Assembly space adalah tanggung jawab pemerintah. Ini adalah masalah kedua yang saya tuliskan di awal artikel ini. Ini adalah persoalan Perencanaan Lingkungan. Dalam persyaratan2 perencanan tata lingkungan kota; assembly space diketahui dan dimengerti oleh perencana; kembali lagi yang menjadi persoalannya adalah kompromi-kompromi yang harus dibuat yang mengakibatkan hilangnya assembly space.
Bagaimana kesiapan Jakarta dalam menanggulangi fenomena alam? Jawabannya tidak siap. Dalam segala jenis bahaya. Apakah itu gempa maupun banjir.
Yang harus diingat oleh semua penduduk Indonesia; adalah Negara kita ini duduk diatas tanah yang sangat kaya dengan hasil tambang artinya; banyak gempa dan fenomena alam yang tidak kita ketahui terjadi dibawah tanah. Laut kita kaya dengan hasil tambang dan laut; artinya laut kita sangat kaya dengan nabati dan kehangatan yang muncul dari dasar laut. Artinya kita dikelilingi laut yang memiliki gunung2 api dibawah laut. Disari dari rujak.org