Apabila kita berbicara masalah persatuan dan kesatuan yang selalu didengung-dengungkan oleh pemerintah baik itu pada masa orde lama, orde baru, maupun masa reformasi kini, maka akan ada suatu hal yang agak menggelitik kita yaitu apakah bisa suatu persatuan dan kesatuan dibangun diatas ketidak adilan atau bisakah persatuan dan kesatuan bangsa diwujudkan dengan menggunakan kekerasan Sebagai jalan di dalam penyelesaian suatu konflik?
Apabila kitas sebagai bangsa yang mengaku beradab serta bercita-cita untuk mewujudkan suatu tataran masyarakat yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia serta menjunjung tinggi prinsip-prinsip demokrasi dan kemanusiaan tetap saja menggunakan cara-cara barbarian didalam menyelesaikan suatu konflik maka yang akan terjadi ialah bukan suatu persatuan dan kesatuan bangsa tetapi ialah perpecahan dan kehancuran bangsa Indonesia
Masih sangat segar didalam ingatan kita, bagaimana usaha saudara-saudara kita di tanah rencong Aceh, papua barat, Maluku untuk memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia baik dengan cara diplomasi maupun dengan cara kekerasan dengan organisasi-organisasi yang oleh pemerintah disebut dengan istilah gerakan separatis apakah itu GAM, OPM, RMS, yang harus berhadapan dengan pemuda-pemuda Indonesia sendiri yang bergabung didalam TNI maupun POLRI, padahal pada hakekatnya mereka adalah satu saudara yang terlahir di tanah pertiwi yang sama yaitu Indonesia.
Apabila kita sedikit melakukan perenungan mengenai akar dari munculnya gerakan separatisme biasanya muncul dari ketidakpuasan suatu kelompok etnis terhadap perlakuan politik, ekonomi, sosial serta pelanggaran HAM. Selain itu, tidak adanya proses demokrasi juga memperparah konflik, serta kurangnya proses komunikasi politik yang saling menguntungkan kedua belah pihak baik pusat maupun daerah adalah juga merupakan hal yang memicu munculnya gerakan-gerakan separatis
Selain hal diatas ada juga indikasi bahwasanya konflik separatisme ini memang sengaja diciptakan oleh pihak-pihak yang diuntungkan oleh konflik tersebut (pertarungan elite kekuasaan) baik itu pemerintah maupun golongan separatis?. Seperti penandatanganan tender untuk penambahan anggaran bagi perlengkapan kemiliteran. Atau bahkan situasi konflik separatisme justru membuat kesejahteraan ekonomi para pejabat apakah itu sipil maupun militer baik dari pihak pemerintah maupun kelompok separatis meningkat secara drastis karena dalam masa-masa konflik otomatis akan mengucur dana yang besar bagi pembiayaan pembelian perlengkapan militer maupun pemberian gaji serta bonus yang besar bagi para perwira-perwira, baik yang berasal dari pemerintah maupun para petinggi-petinggi angkatan perang kelompok separatis sehingga yang terjadi kemudian ialah keengganan dari kedua belah pihak untuk duduk bersama didalam meja perundingan dan bisa bersama-sama mencari akar utama dari munculnya konflik tersebut untuk kemudian bersama-sama mencari jalan keluar yang damai apapun yang menjadi akar dari munculnya separatisme, yang patut kita jadikan bahan perenungan ialah bahwasannya didalam segala bentuk konflik apapun, rakyat kecil ialah korban yang paling menderita dari munculnya konflik tersebut.
Salah satu cerminan penderitaan rakyat kecil yang tak berdosa ini dapat kita tangkap dari ungkapan Beatriks Koibur, tokoh perempuan Papua yang mengatakan, “selama 41 tahun kami melahirkan di depan laras senjata dan sudah cukup kami melahirkan anak-anak terbaik kami untuk dibunuh, diculik, dll, sejak integrasi hingga saat ini.
Untuk masa mendatang, kami tidak mau lagi melahirkan anak-anak terbaik papua untuk dibunuh terus, tapi mereka adalah anak-anak terbaik yang membawa perdamaian dan kebahagian bagi keluarga, dan tanah Papua. Sudah kering air mata kami perempuan papua menangisi putra-putri terbaik kami yang dibunuh. Kedepan kami ingin airmata yang mengalir adalah airmata kebahagiaan, sukacita, dan damai” .(dikutip dari Elsham News Service (ENS)tanggal 23 Juni
2004).
*Penulis adalah Ketua Bidang Agitasi Propaganda dan Hubungan Media DPC Relawan perjuangan demokrasi Kabupaten Jember.|RIMANews|