Ketua KPU Abdul Hafiz Anshary mengaku pernah membuat sebuah tim investigasi kecil guna mengusut dugaan surat palsu dari Mahkamah Konstitusi (MK). Namun hingga saat ini, tim tersebut tidak berhasil menemukan siapa pelaku sebenarnya.
“Karena dari awal kita tidak tahu dan tidak bisa mengatakan siapa-siapa. Kita sudah membentuk sebetulnya semacam tim investigasi tapi tim itu juga tidak berhasil menemukan,” kata Hafiz.
Berikut petikan wawancara Hafiz dan wartawan usai mengikuti pembukaan simposium internasional Mahkamah Konstitusi di Istana Negara, Senin (11/7/2011):
Soal kasus surat palsu, apa benar karena proses di KPU dan MK tak sinkron?
Kita sampai sekarang belum tahu siapa pelakunya memang belum tahu proses hukum yang berjalan, dan ini sudah ditangani langsung oleh mabes polri, kita berharap terungkap semuanya pelakunya. Karena dari awal kita tidak tahu dan tidak bisa mengatakan siapa-siapa. Kita sudah membentuk sebetulnya semacam tim investigasi tapi tim itu juga tidak berhasil menemukan.
Menurut staf surat dibuat setelah bicara dengan ketua KPU?
Jadi memang surat disampaikan pada saya setelah diparaf semua anggota. Memang ada perdebatan yang ujung-ujungnya kita bersama-sama minta penjelasan pada MK
Putusan MK bukannya cukup jelas?
Iya, dari satu selintas memang cukup jelas. Tapi ada pertanyaan yang tidak bisa kami jawab. Orang yang mengajukan permohonan kemudian dikabulkan, tiba-tiba orang tidak mendapat kursi ada apa ini. Padahal dalam UU dijelaskan bahwa dalam sengketa perkara hasil pemilu hanya bisa diproses kalau berpengaruh secara signifikan terhadap perolehan suara dan kursi dari masing-masing partai. Hanura ajukan gugatan ke MK, gugatannya dikabulkan. Tapi setelah dihitung ternyata dia tidak dapat kursi apa-apa. Malah yang lain yang dapat kursi. Ini yang jadi pertanyaan, perdebatan. Kita bertanya pada MK, dijawab oleh MK, ternyata jawabannya seperti itu.
Bukankah KPU harusnya tahu?
Kita sudah menetapkan, punya kita sudah ada, kemudian penetapan kita digugat Hanura. Semula 3 kursi untuk Golkar, Hanura menggugat katanya dia punya satu di situ. Karena Golkar ada yang penggelembungan. Ternyata gugatan Hanura dikabulkan. Logikanya kalau dikabulkan dapat kursi. Tapi setelah kita hitung angka-angka itu dia nggak dapat kursi. Padahal dia yang menggugat dia yang dikabulkan. Ini mendorong KPU untuk mengajukan inisiatif untuk bertanya pada MK. Dan itu sudah menjadi tradisi kita kalau ada putusan-putusan MK yang diperdebatkan atau masih diragukan itu kita akan bertanya pada MK
Tanggal 21 Bapak kenapa meninggalkan rapat?
Ini kan rapatnya lama. kita buka rapat Jumat 21 jam 10 pagi. Berakhir jam 11 malam. Nah di antara jeda beberapa waktu, saya biasanya minta izin salat. Maka dari itu kan nutupnya tetap saya.
Yang memutuskan untuk beri kursi dipimpin Bapak atau Bu Andi Nurpati?
Seingat saya Bu Andi, karena kebetulan dia divisinya, divisi teknis. Dan bukan hanya satu ini mungkin beberapa yang lain dia yang mimpin.
Siapa yang menemukan surat tanggal 14 Agustus dari MK?
Itu dari staf saya namanya Choirul Anam. Itu ada di meja dia dalam bentuk fax.
Fotocopy fax atau fax?
Tidak jelas tapi yang jelas ada nomor faxnya di atas, apakah fotocopy atau fax tidak jelas
Aturan di KPU kalau fax boleh dari mana saja?
Bisa-bisa, karena banyak mesin penerima kita. Di beberapa anggota juga ada mesin penerima.
Dewie Yasin Limpo berencana menyuap anggota KPU?
Saya tidak tahu. Itu Pak Putu (I Gustu Putu Artha) itu. Kalau saya tidak tahu. Untung saya tidak pernah ditemui. Dia tidak pernah ke ruangan saya. |dtc|