
Jakarta, Hubungan Mahkamah Agung (MA) dengan Komisi Yudisial (KY) sedang tidak harmonis. Sebab KY mengusulkan Ketua Pengadilan Tinggi Palembang Daming Sunusi dipecat karena pernyataan ‘pemerkosa dan korban saling menikmati’. Apa kata Ketua MA Hatta Ali atas hal ini?
Berikut wawancara lengkap redaksi dengan Hatta Ali, di gedung MA, Jalan Medan Merdeka Utara, (13/2/2013):
Terkait hakim Daming, MA sudah mengirim surat (menolak usulan pemecatan)?
Ya, MA sudah mengirim surat. Itu sudah kebulatan tekat dari rapat pimpinan dari MA kalau kami belum saatnya masalah seperti Daming itu diajukan ke Majelis Kehormatan Hakim (MKH). Nah MKH itu yang diajukan ke MKH adalah yang diancam dengan sanksi yang berat, yaitu sanksi pemberhentian. Itulah kami tidak sependapat dengan KY di situ.
Boleh kita hukum, tapi mbok ya tidak sampai ke sana, sampai kepada pemberhentian. Sebab itu kan di dalam ujian, bukan di dalam persidangan, bukan di dalam momen apa. Sebab dia sebagai hakim, dia melihat dari fakta persidangan, berdasarkan pengalamannya.
Jadi ada yang didakwa pemerkosaan, tetapi faktanya itu berbeda. Mungkin itu yang mau diangkat oleh Pak Daming, tapi belum sempat menjelaskan waktunya sudah habis.
MA mau negosiasi dengan KY nggak Pak?
Yang penting kami sudah menyampaikan kalau kami tidak sependapat kalau diajukan ke MKH, itulah pendapat MA.
Berarti ada nggak pelanggaran kode etik?
Ada pelanggaran kode etik, tapi kalau sampai diancam pemberhentian kan gimana lho ya. Kita kan kembali rasa keadilannya gimana. Nah hakim ini kan sudah biasa, memutus perkara berdasarkan keadilan, yang kita kejar adalah keadilan substantif. UU pun menyatakan demikian. Seseorang hakim bukan perangkat UU, jadi harus menggali, bisa memahami bagaimana keadilan substantif. |dtc|