
Jakarta – Kesepakatan Komisi III DPR membentuk Panja Putusan MA menuai polemik di masyarakat. Sejumlah pakar bahkan mengkritisi langkah DPR tersebut. Anehnya, justru komisi yang membidangi hukum ini sadar jika pembentukan panja tersebut berpotensi mengintervensi kekuasaan kehakiman di Indonesia. Lalu, kenapa dilanjutkan?
“Hasil keputusan Panja menuai kritik dari MA karena berpretensi akan mengintervensi kekuasaan kehakiman yang merdeka sebagaimana disebutkan dalam Pasal 24 (1) UUD 1945,” ujar Wakil Ketua Komisi III DPR, Nasir Jamil, kepada wartawan, Senin (5/3/2012).
Namun Nasir mengatakan, agar Panja Putusan MA ini sesuai dengan tujuan yang diinginkan dan tidak mengintervensi kemerdekaan hakim, maka Panja diarahkan pada pengadilan permasalahan mengenai putusan MA secara global. Salah satunya, lanjut dia, Komisi III ingin mengawasi kualitas hakim MA. Mengingat banyak putusan MA yang menimbulkan polemik di publik.
“Meliputi kualitas hakim baik dari sisi kemampuan fisik dalam mengelola manajemen perkara serta dari kemampuan keahlian untuk memutuskan perkara dalam rangka menegakkan hukum dan keadilan. Apakah karena kebodohan hakim, atau karena pembuktian yang lemah dari penuntut,” kata Nasir.
Selain itu, Komisi III DPR menurut dia, juga ingin menyentuh permasalahan putusan MA yang mengusik rasa keadilan masyarakat, misalnya putusan Rasminah, putusan Prita. “Juga permasalahan putusan MA yang tidak bisa dieksekusi misalnya putusan MA tentang sengketa tanah di Surabaya, Trisakti, dan tempat yang lainnya yang kemudian menimbulkan permasalahan sosial karena ada penolakan dari pemilik lahan atau tanah tersebut,” ungkap Nasir.
Langkah Komisi III membentuk Panja putusan MA dinilai tidak efektif, karena MA harus tetap independen. Menurut mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie, DPR seharusnya mendukung langkah MA yang menerbitkan aturan soal kasus-kasus kecil tidak perlu masuk penjara. Bentuk dukungan bisa diberikan dengan segera merumuskan meteri Perma menjadi undang-undang.
Namun yang terjadi saat ini, kata Jimly, DPR seperti mengerjakan sesuatu yang tidak penting. Bahkan selalu disibukkan dengan urusan-urusan sampingan yang sebetulnya belum perlu. “Jadi MA cukup jalankan saja peraturan yang sudah ditetapkan. Siapa yang tidak tunduk, pasti akan rugi sendiri,” pesan mantan anggota Wantimpres ini. |dtc|